Meriahkan Dunia Dengan Menikah

pksgrogol.com – Jakarta. Mata adalah penuntun, hati adalah pendorong dan penuntut. Dan cinta adalah rahasia Illahi Rabbi. Mata memiliki kenikmatan pandangan dan hati memiliki kenikmatan pencapaian. Keduanya merupakan kawan yang mesra dalam setiap tindakan dan amal perbuatan manusia, dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain.

Kegelisahan, kedukaan dan air mata adalah bagian dari sketsa hidup di dunia. Tetesan air mata yang bermuara dari hati dan berselaputkan kegelisahan jiwa terkadang memilukan, hingga membuat keresahan dan kebimbangan.

Kedukaan karena kerinduan yang teramat sangat dalam menyebabkan kepedihan yang menyesakkan rongga dada. Jiwa yang rapuh pun berkisah pada alam serta isinya, bertanya, dimanakah pasangan jiwa berada. Lalu, hati menciptakan serpihan kegelisahan, bagaikan anak kecil yang hilang dari ibunya di tengah keramaian.

Keinginan bertemu pasangan jiwa, bukankah itu sebuah fitrah? Semua itu hadir tanpa disadari sebelumnya, hingga tanpa sadar telah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan. Sebuah fitrah pula bahwa setiap wanita ingin menjadi seorang istri dan ibu yang baik ketimbang menjalani hidup dalam kesendirian. Dengan sentuhan kasih sayang dan belaiannya, akan terbentuk jiwa-jiwa yang sholeh dan sholehah.

Duhai...Betapa mulianya kedudukan seorang wanita, apalagi bila ia seorang wanita beriman yang mampu membina dan menjaga keindahan cahaya Islam hingga memenuhi setiap sudut rumahtangganya.

Allah SWT telah menciptakan wanita dengan segala keistimewaannya, hamil, melahirkan, menyusui hingga keta'atan dan memenuhi hak-hak suaminya laksana arena jihad fii sabilillah. Karenanya, yakinkah batin itu tiada goresan saat melihat pernikahan wanita lain di bawah umurnya?

Pernahkah kita menyaksikan kepedihan wanita yang berazam (komitmen) menjaga kehormatan diri hingga ia menemukan kekasih hati? Dapatkah kita menggambarkan perasaannya yang merintih saat melihat kebahagiaan wanita lain melahirkan? Atau, tidakkah kita melihat kilas tatapan sedih matanya ketika melihat aqiqah anak kita?

Dalam Islam, kehidupan manusia bukan hanya untuk dunia fana ini saja, karena masih ada akhirat. Memang, setiap manusia telah diciptakan berpasangan, namun tak hanya dibatasi dunia fana ini saja. Seseorang yang belum menemukan pasangan jiwanya, insya Allah akan dipertemukan di akhirat sana.

Selama ia beriman dan bertaqwa serta sabar atas ujian-Nya yang telah menetapkan dirinya sebagai lajang di dunia fana. Mungkin sang pangeran pun tak sabar untuk bersua dan telah menunggu di tepi surga, berkereta kencana untuk membawamu ke istananya.

Usahlah dirimu bersedih lalu menangis di penghujung malam karena tak kunjung usai memikirkan siapa kiranya pasangan jiwa. Menangislah karena air mata permohonan kepada-Nya di setiap sujud dan keheningan pekat malam. Jadikan hidup ini selalu penuh dengan harapan baik kepada Sang Pemilik Jiwa.

Bersiap menghadapi putaran waktu, hingga setiap gerak langkah serta helaan nafas bernilai ibadah kepada Allah SWT. Tausyiahlah selalu hati dengan tarbiyah Ilahi hingga diri ini tidak sepi dalam kesendirian.

Bukankah kalau sudah saatnya tiba, jodoh tak akan lari kemana. Karena sejak ruh telah menyatu dengan jasad, siapa belahan jiwamu pun telah dituliskan-Nya. Bukankah mentari akan selalu menghiasi pagi dengan kemewahan sinar keemasannya. Malam masih indah dengan sinar lembut rembulan yang dipagar bintang gemintang.

Kicauan bening burung malam pun selalu riang bercanda di kegelapan. Senyumlah, laksana senyum mempesona butir embun pagi yang selalu setia menyapa. Hapuslah air mata di pipi dan hilangkan lara di hati. Songsonglah hari bahagia nan suci. Wallahu’alam

Ditulis oleh:  Cecep Y Pramana
Sumber: http://pangerans.multiply.com
 
 Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook
 

Tidak Ada Sahabat Sejati, Hanya Kepentingan

pksgrogol.com – Jakarta. dakwatuna.com – Salah satu tanya yang paling saya takuti adalah “apakah Anda mempunyai sahabat?”
Suatu ketika dalam sebuah seminar NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Addictive Berbahaya), pembicara menggunakan sebuah analogi untuk menjawab pertanyaan salah seorang peserta seminar.

Penganalogian tersebut dipakai untuk memudahkan peserta dalam memahami inti dari jawaban yang akan disampaikan. Saat itu analoginya tentang kesetiaan dua orang yang saling bersahabat selama 12 tahun lamanya terkait dengan penggunaan narkoba. Tak dinyana ternyata salah seorang di antaranya adalah pengguna narkoba yang tertangkap dan divonis 12 tahun masa kurungan.

Pembicara kemudian melemparkan sebuah tanya kepada peserta seminar, “siapa di sini yang mempunyai sahabat?” Entah mengapa ketika pertanyaan itu terlontar saya merasa tertampar. Memang saat itu pandangan kami – antara pembicara dan saya – bertemu, namun bukan hal itu yang seolah menampar saya.
Terlebih pada isi tanya yang disampaikannya. Kemudian pembicara melanjutkan penjelasannya.
Satu hal yang menjadi pokok bahasan saya pada catatan kali ini adalah pertanyaan pembicara tersebut, “Apakah saya mempunyai sahabat?”

Teringat kembali ekspresi saya ketika tanya itu terlontar; datar. Jujur saya bingung. Ketika banyak peserta yang mengacung dan menjawab “SAYA!” Sebaliknya saya malah tertunduk dan kebingungan. Benar juga – ujar saya – saya ini sebenarnya punya sahabat tidak ya? Lalu banyak lagi pertanyaan yang berlompatan di otak saya. “Kalau saya punya, siapa ya sahabat saya? Si A, si B, si C, atau semuanya? Atau malah saya tidak punya sahabat? Atau saya yang belum bisa menjadi seorang sahabat? Ah, sepertinya saya sudah menjadi sahabat. Tapi, apakah saya tipe sahabat yang baik? Jangan-jangan saya yang belum menjadi sahabat yang baik?”

Saya semakin larut dalam tanya saya sendiri. Di sini saya berefleksi, sedalam-dalamnya refleksi. Apakah sahabat itu terlahir dari dalam diri saya atau orang yang datang lalu mengikrarkan diri untuk bersama saya? Ada pendapat yang cukup ‘menohok’ dari sastrawan kenamaan yaitu Kahlil Gibran, yang kata-kata bijaknya telah dikenal oleh banyak orang. Menurutnya “Tidak ada sahabat sejati, yang ada hanyalah kepentingan.”


Lalu bagaimana jika kita kaitkan dengan romantisme kisah persahabatan antara Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan sohabiyah, apakah itu juga persahabatan berlandaskan kepentingan semata?

Secara pribadi saya setuju jika persahabatan yang terikat pada zaman Nabi Muhammad adalah sahabat yang berlandas pada kepentingan. Kepentingan akan kebutuhan saling menjaga dalam iman, saling menasihati dalam Islam, saling mengasihi dalam perjuangan, saling menguatkan dalam kelemahan dan saling mencintai dalam ukhuwah persaudaraan. Kepentingan-kepentingan tersebutlah yang kemudian saling menyatu-padukan hati-hati mereka untuk tetap dalam satu barisan, penegak kebenaran penolak kebatilan.

Dan Rabithah pun menjadi senjata paling pamungkas bagi keretakan dan keterikatan mereka. Betapa lembutnya dedo’a yang selalu dipanjatkan…

“Sesungguhnya Engkau tahu bahwa hati ini telah berpadu, berhimpun dalam naungan cintaMu. Bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan, menegakkan syariat dalam kehidupan. Kuatkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya, tunjukilah jalan-jalannya. Terangilah dengan cahayaMu yang tiada pernah padam. Ya Rabbi bimbinglah kami”

Maka jarak tak lagi menjadi penghalang bagi mereka untuk tetap saling memenuhi kepentingan satu sama lain, karena hati-hati mereka telah lebih dulu terpadu, terhimpun dalam naungan yang Maha Melindungi.

Sangat miris rasanya jika dibandingkan dengan fenomena gaya persahabatan yang tengah berkembang saat ini. Jarak kamar yang bahkan hanya terhitung jengkal pun seolah seperti terpisah selat dan pulau. Kesibukan masing-masing selalu menjadi alibi di atas semuanya. Tak ada lagi saling mengajak untuk mendirikan jamaah, mengoreksi muraja’ah, ketuk pintu untuk membangunkan qiyamul lail atau sekedar sharing kegalauan. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana kesehatan ruhiyah kita antara sahabat dan kepentingan?

Maka seringlah gumamkan Rabithah sembari munculkan wajah-wajah sahabatmu – Allah akan genggam kepentingan di antara kalian. Bahkan kita bukanlah pemilik hati kita, maka,

“Yaa muqallibal kuluub… tsabbit qalbi ‘ala diniik, tsabbit qalbi ‘ala to’atiik…” karena Teman-teman akrab pada hari (kiamat) nanti sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Az Zukhruf: 67)

Refleksi saya lalu bermuara pada diri saya sendiri, saya tidak akan mendapat sahabat yang hakiki selama saya belum menjadi sahabat yang baik, yang membawa kepentingan atas dasar keimanan pada ketauhidan Allah Azza Wa Jalla.
Wallahua’lam bissowab…

Sumber: dakwatuna
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Tentang Prasangka

pksgrogol.com – Jakarta. dakwatuna.com - Di dekat kita ada kekuatan tak terbatas, di depan kita ada kemungkinan yang tak berakhir, di sekeliling kita ada kemungkinan tak terhitung. Allah ada dalam persangkaan hambaNya. Berprasangka baik saja.

Kata-kata tersebut adalah kutipan yang saya kutip dari blog kawan karib saya, dan akhirnya, bisa kembali berkutat dengan tuts-tuts keyboard Laptop, siang ini ingin saya berbagi hal positif tentang perenungan saya kemarin. Sebenarnya perenungan ini akan saya sampaikan dalam kultum halaqah saya beberapa waktu lalu, tetapi karena tidak jadi ada kultum ya, akhirnya saya sampaikan saja di media ini, dengan segenggam harap semoga bisa bermanfaat bagi yang membacanya. Semoga.

Kali ini saya akan berbicara tentang prasangka. Dzhon. Tetapi sebelumnya saya ingin berbicara tentang visi ketauhidan Rasulullah SAW. Sepertinya sudah menjadi sunnatullah bahwa siapapun yang menegakkan tauhid, akan dibenci oleh yang bertentangan visinya. Ketika kita lihat Rasulullah, luar biasa akhlaq dan tak ada cat. Bicaranya benar, janjinya selalu ditepati, gelarnya Al-Amin. Ketika mulai menyuarakan Laa ilaaha illallah, semuanya berbalik 180 derajat. Yang suka menjadi murka, kawan menjadi lawan, yang dekat menjadi jauh.

Ini persis seperti hukum Newton 1 yang pernah saya pelajari di SMA, aksi sama dengan reaksi, ketika ada aksi maka akan timbul reaksi. Begitulah adanya, ketika aksi tauhid ditegakkan, maka akan timbul reaksi. Dan siapa yang reaksinya paling kuat? Yaitu orang yang tidak bertauhid. Yang menuhankan dunia, harta, jabatan, dan kedudukan. Lalu bagaimana sikap Rasulullah? Cuma satu hal, yaitu istiqamah. Konsisten dengan apa yang disampaikannya. Tidak gentar, tidak terpengaruh oleh apapun. Karena Rasulullah menyampaikan risalah tauhid bukan supaya ditaati orang, tapi membuat orang taat pada Allah. Tapi karena prasangka dan kecintaan pada dunia, semua kesempurnaan yang ada pada diri Rasulullah seolah menghilang dari orang-orang yang menentangnya.

Maka, tentang prasangka, kita harus hati-hati padanya. Karena dalam diri orang yang berprasangka, Allah hujamkan kegelisahan di hatinya. Orang yang berprasangka menjadi buta dan tuli terhadap kenyataan. Yang dia cari bukan kebenaran, tetapi pembenaran atas prasangkanya. Makanya setelah berprasangka, orang menjadi tajassus. Mencari-cari yang bukan hak dan kewajibannya. Mengorek-ngorek hal yang bukan tanggung jawabnya di dunia dan akhirat. Setelah tajassus, berlanjut menjadi sesuatu hal yang paling dibenci Allah, paling hina dan menjijikkan, yaitu ghibah. Sesuatu yang dalam Al-Qur’an diumpamakan seperti manusia kanibal. Astaghfirullah tsuma Naudzubillah.

Berprasangka buruk akan selalu melahirkan banyak hal buruk. Gara-gara suudzhan terhadap seseorang, tertutup pintu untuk kita mengambil ilmu dan hikmah dari orang tersebut. Gara-gara suudzhan, jadi buruk hati, tajassus, ghibah, dan terhina. Makanya, suudzhan disebut sebagai seburuk-buruk perkataan. Padahal yang Allah senangi bukan suudzhan, tetapi kebenaran berdasar fakta yang ada. Semoga kita bisa melihat dan meraba hati kita, untuk senantiasa menjaga agar tidak ada prasangka-prasangka buruk terhadap saudara kita, sehingga insyaallah, makna dari ukhuwah itu benar-benar mengakar dalam hati. Mengedepankan prasangka baik, atau khusnudzan, ini sepertinya yang harus kita latih, agar diri ini bebas dari penyakit hati, bernama suudzhan. Seperti kata ustadz Salim dalam bukunya DKU, seperti itulah hakikat saudara, sebening prasangka dan sepeka nurani. Wallahu ‘alam bi showwab.

Sumber: dakwatuna
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Cak Nun: Indonesia Butuh Label Haram

pksgrogol.com – Yogyakarta. dakwatuna.com – Yogyakarta. Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, Indonesia justru membutuhkan label haram dalam makanan. Pasalnya, saat ini standarisasi makanan yang diterapkan pemerintah merujuk pada kepentingan perdagangan.

“Indonesia justru butuh label Haram. Sedangkan, Amerika butuh label Halal karena Muslim minoritas di sana,” kata budayawan Emha Ainun Najib dalam diskusi refleksi akhir tahun Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Muhammadiyah, Kamis (29/12).

Emha yang akrab disapa Cak Nun ini membandingkan cara penyembelihan ayam pada warung gudeg di Yogyakarta dengan cara penyembelihan ayam di gerai ‘Fried Chicken’ dari luar negeri. Menurutnya, cara penyembelihan ayam pemilik warung gudeg menggabungkan teknologi dengan syariat Islam. Sedang, ‘Fried Chicken’ menyembelih dengan massal dan sekali potong.

Dengan sistem penyembelihan itu, rakyat Indonesia dipaksa secara sukarela makan ‘bangkai ayam’ di gerai ‘Fried Chicken’ milik asing. Pemerintah, kata dia, justru membuat standarisasi makanan yang sesuai dengan WHO. Padahal, standarisasi harus sesuai dengan kondisi setiap wilayah. Efeknya, banyak pedagang asongan yang mengeluh tentang pelarangan berjualan di sekolah-sekolah. (Didi Purwadi/Agus Raharjo/RoL)

Sumber: dakwatuna\
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Katanya Allah itu Ada, Mana Buktinya? Kenapa Tidak Bisa Kita Lihat?

pksgrogol.com – Jakarta. dakwatuna.com – Assalamu’alaikum William…
Maaf ya tadi pembicaraan kita terpotong shalat Maghrib. Maaf juga tadi saya janji mau sampaikan jawabannya bukan melalui pesan ke inbox William tapi lewat catatan ini. Selain agar bisa dibaca oleh teman-teman lain, juga kalau ada yang kurang, ada yang menambahkan, atau kalau ada yang salah ada yang meluruskan…

Saya lupa William cerita itu dari mana sumber bacaannya, kalau tidak salah dari buku aqidah. Saya juga lupa William di mana saya sampaikan cerita itu, di kelas atau di masjid. Yang jelas kamu waktu itu masih kecil, dan masih di SMP, soalnya di angkatanmu sudah tidak ada SMU-nya di Alka.

Kisah ini termasuk kategori ‘Raddus-Syuhubuhat’ (jawaban atas tuduhan) tentang Islam. Musuh-musuh Islam selalu mencari-cari permasalahan dalam agama ini yang sulit dijawab oleh logika kita dan tujuannya agar kaum Muslimin ragu terhadap kebenaran agama mereka, terutama masalah aqidah.

Saya juga kurang ingat betul William apakah ketiga pemuda itu beragama Kristen atau Atheis yang anti agama. Intinya ketiga orang pemuda itu ingin menguji pemahaman seorang ulama tentang Islam. Kalau ia tidak bisa menjawab ketiga pertanyaan itu, apalagi orang awam. Dan kalau tidak ada jawaban yang logis dan memuaskan, maka ada kelemahan dalam agama ini.

Ketiga pemuda itu menemui sang ulama, dengan penuh yakin bahwa sang ulama tidak bisa menjawab salah satunya mulai berbicara,

“Ya syeikh, katanya Allah itu ada, mana buktinya? Kenapa tidak bisa kita lihat?”
“Cukup? Ya, ada pertanyaan lagi?” sambut ulama itu.
“Ada syeikh, katanya Allah telah menentukan segalanya, termasuk amal perbuatan kita sudah ditentukan dan ditakdirkan. Kalau memang demikian, kenapa musti ada hisab? Dan kenapa musti ada hukuman bagi orang yang melakukan kesalahan?” pemuda kedua bertanya.
“Ya bagus. Ada lagi yang ditanyakan?” tantang syeikh itu.
“Ya ada lagi syeikh. Katanya syetan itu diciptakan dari api. Dan kita tahu bahwa syetan nanti akan dimasukkan ke dalam neraka. Apa ada pengaruhnya, api dibakar dengan api?” Tanya pemuda ketiga.
“Cukup atau ada lagi?”
“Cukup syeikh.”
“Ya sebentar ya…”
Sang ulama tidak menjawab melainkan mengambil beberapa genggam tanah keras lalu…
Pluk… prak…duss…
Dilemparkan tanah keras itu ke muka ketiga pemuda itu, dan ketiganya meringis kesakitan. Darah pun bercucuran dari wajah mereka.
“Ya syeikh, kami bertanya baik-baik, kenapa Anda melempar kami?”
“Itu jawabannya…” jawab ulama itu.

Kedua pemuda itu pergi dan langsung membawa kasus ini ke pengadilan. Melaporkan perbuatan ulama itu agar diadili karena kezhalimannya.
Pengadilan menerima aduannya dan ulama itu pun dipanggil.
Saat sudah berada di atas kursi terdakwa hakim mulai memproses hukumnya dan menanyakan kepada ulama itu perihal dakwaan ketiga pemuda itu.

“Ya syeikh,” kata hakim. “Benarkah Anda telah menyakiti ketiga pemuda ini? Bisa Anda jelaskan?”
“Ketiga pemuda itu menanyakan tiga hal dan saya telah menjawabnya.”
“Jawaban macam syeikh? Lalu kenapa mereka terluka seperti itu?”
“Ya, itu jawabannya.”
“Saya tidak mengerti, bisa Anda jelaskan?”
“Mereka bertanya bahwa Allah itu ada, jika ada, mana buktinya? Kenapa kita tidak bisa melihatnya? Sekarang saya bertanya, bagaimana rasanya saya lempar dengan tanah keras itu? Sakit?”
“Jawab wahai pemuda?” minta hakim kepada salah satunya.
“Ya sakit.”
“Kalau memang sakit, berarti sakit itu ada, kalau memang ada, mana buktinya? Kenapa saya tidak melihat ‘sakit’ itu?”
“Ini, darah ini syeikh. Darah ini tanda bahwa sakit itu ada.”
“Begitulah pak Hakim, dia tidak bisa membuktikan adanya sakit dan tidak bisa melihat sakit itu, hanya menunjukkan tandanya, darah. Bahwa sesuatu yang ada tidak mesti bisa dilihat. Tapi ada tanda-tandanya.

Sakit itu ada dan tidak bisa kita lihat, hanya ada buktinya, darah. Demikian halnya dengan Pencipta kita, Allah Azza wa Jalla. Ia ada, namun keterbatasan akal kita tidak bisa menangkap keberadaan-Nya. Dan seluruh makhluk di jagad raya ini adalah bukti bahwa Allah itu ada.”
“Bisa diterima,” sela hakim.
“Pertanyaan yang kedua pak hakim, mereka bertanya bahwa Allah telah menentukan segalanya termasuk amal perbuatan manusia dan mentakdirkannya, jika demikian, apa gunanya hisab dan kenapa mesti ada hukuman bagi orang yang berbuat salah?”
“Apa jawaban Anda syeikh?”
“Sekarang saya bertanya kepada kalian. Kalau Anda berkeyakinan seperti itu, kenapa melaporkan perbuatan saya ke pengadilan? Perbuatan saya kan sudah ditentukan?”
“Bisa diterima syeikh, ada lagi?
“Yang ketiga bertanya, syetan adalah makhluk yang diciptakan dari api, lalu di akhirat nanti akan masuk neraka dan disiksa dengan api. Dan saya telah melempar mereka dengan tanah, kita tahu bahwa mereka, kita diciptakan dari tanah, kalau memang sama-sama dari tanah kenapa mesti meringis kesakitan?”
Hakim pun menerima argumentasinya dan memutuskan bebas untuk sang ulama…
Gitu dach William ceritanya. Semoga bermanfaat. Wassalam.

Sumber: dakwatuna
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

BI: Gadai Emas Syariah Hanya untuk Pembiayaan Mendesak

pksgrogol.com – Jakarta. dakwatuna.com – Jakarta. Bank Indonesia menegaskan akan mengarahkan gadai emas di bank syariah hanya untuk pembiayaan masyarakat yang mendesak. Ketentuan itu akan dimasukkan dalam aturan gadai emas yang sedang disusun BI.

“Filosofinya, gada memang untuk memenuhi uang tunai yang mendesak. Filosofi dasarnya seperti itu, maka BI akan arahkan ke situ, “ ujar Kepala Biro Penelitian, Pengembangan dan Pengaturan Perbankan Syariah BI, Tirta Segara, Kamis (29/12).

Sebelumnya, BI memutuskan untuk menetapkan aturan gadai emas di bank syariah setelah ada bank syariah yang melanggar prosedur operasi standar (SOP) gadai emas. Padahal, SOP ini ditentukan sendiri oleh masing-masing bank. “Aturan ini terkait implementasi supaya (gadai emas) bank itu prudent, tidak mengarah ke spekulasi, “ terang Tirta.

Tirta mengatakan BI akan menetapkan besaran nilai gadai (Finance to Value/FTV) gadai emas. Besaran nilai gadai emas sebelumnya ditetapkan masing-masing bank. Sehingga, FTV gadai emas bervariasi mulai dari 70-90 persen.

Selain FTV, BI akan menetapkan plafon pembiayaan gadai. Menurut Tirta, pihaknya tengah menghitung statistik kebutuhan masyarakat. “Untuk plafon ini, kita harus lihat statistik. Berapa kebutuhan masyarakat yang mendesak itu, misalnya kalau untuk ke rumah sakit berapa,“ terangnya.

Aturan gadai emas tersebut, lanjut dia, akan menegaskan lagi keberadaan barang gadai. Dengan begitu, gadai emas tidak dapat dilaksanakan jika barang yang digadaikan belum riil. “Kalau namanya gadai, nasabah harus punya barang dulu. Jangan sampai, belum punya tapi sudah dibilang gadai, “ ujarnya. (Ajeng Ritzki Pitakasari/Nuraini/RoL)

Sumber: dakwatuna
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Anda Tambah Gemuk Setelah Menikah? Ini Alasannya

pksgrogol.com – Jakarta. REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa pria dan wanita merasa badannya lebih berisi setelah menikah. Perasaan lebih gemuk ini bisa jadi bukan sekedar mitos. Studi baru yang dipresentasikan di American Sociological Association, menyatakan perkawinan memang bisa mengarah ke penambahan berat badan yang cukup signifikan.

Studi ini mengatakan, setelah menikah berat badan wanita bisa meningkat hingga 33 persen. Angka itu pun masih masuk kategori peningkatan berat badan dalam skala kecil. Peningkatan berat badan pada skala yang lebih besar, bahkan mencapai 48 persen.

Namun, tunggu dulu, jangan buru-buru mengkambinghitamkan pernikahan jika anda tiba-tiba menjadi gemuk. Studi yang dilakukan pada tahun 2006 menemukan bahwa ada kecenderungan perubahan pola makan pada wanita setelah menikah.

Orang yang telah menikah cenderung sering makan bersama. Hal ini yang diyakini menjadi salah satu penyebab meningkatnya berat badan seseorang setelah menikah.

Jika sang suami memiliki porsi makan lebih banyak, hal ini dapat mempengaruhi nafsu makan sang istri. Dengan kata lain, keinginan untuk makan banyak terkadang bukan disebabkan oleh nafsu makan sendiri, namun berasal dari nafsu makan yang tertular dari pasangan mereka.

Pasangan yang baru menikah juga cenderung untuk sering bereksperimen membuat masakan. Akhir pekan yang dihabiskan bersama, sering identik dengan membuat menu baru pada makanan mereka.
Sebagai bentuk penghargaan, sang suami akan menghabisakan makanan sebagai penghargaan bagi sang istri. Sementara itu, sang istri juga akan terpengaruh dengan nafsu makan suami.

Namun, lelaki cenderung menghabiskan kalori yang lebih banyak dibandingkan perempuan, bahkan ketika sedang beristirahat. Sedangkan pembakaran kalori pada tubuh wanita lebih lambat. Oleh karena itu jangan heran perempuan cenderung lebih mudah bertambah gemuk setelah menikah

Sumber: REPUBLIKA
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Mega Masih Pikir-pikir Prabowo Mantap Jadi Pengganti SBY

pksgrogol.com – Jakarta. TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilihan Presiden (Pilpres) masih dua tahun lagi, tepatnya 2014 mendatang. Namun, gaungnya sudah 'terdengar' siapa yang bakal maju dalam pertarungan memperebutkan kursi SBY, sebagai presiden berikutnya.

Kini, nama-nama calon sudah bermunculan, meski belum satupun para kandidat calon presiden (capres) yang sudah resmi membentuk tim sukses.

Dari semua nama yang beredar, para kandidat adalah mereka yang memiliki jabatan penting di partai politik. Ketua Umum DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie (Ical), Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum DPP PAN, Hatta Radjasa, sudah dipastikan akan maju sebagai capres.

Paling dini tokoh yang memastikan maju sebagai capres, adalah Prabowo Subianto. Prabowo, dalam beberapa kesempatan memastikan dirinya akan maju sebagai calon presiden.
"Saya akan merubah bangsa ini dengan konsep kerakyatan. Yang tidak neolibalisme," kata Prabowo ketika itu.

Orang dekat Prabowo Subianto, Fadli Zon kemudian memastikan, saat ini, atau di tahun 2012 nanti, Gerindra belum akan mencari pendamping Prabowo (cawapres).

"Kita memunculkan figur Pak Prabowo sebagai capres, agar rakyat tahu lebih dulu. Dan tidak seolah membeli kucing dalam karung. Sejauh ini, Gerindra solid memberikan dukungan kepada Prabowo, demi perubahan bangsa ini," kata Fadli Zon.

Bagi PAN, tak ada tokoh internal yang layak selain Hatta Radjasa. Hatta Radjasa, pada Rakernas PAN beberapa waktu lalu, kemudian dikukuhkan menjadi calon presiden.

"Kalau diumumkan dari sekarang, paling tidak rakyat tahu, PAN mengusung Pak Hatta. Pak Hatta, adalah kader terbaik dan telah mendapat restu dari Pak Amien Rais untuk maju dalam pertarungan," ujar salah satu petinggi PAN, Teguh Juwarno.

Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budisantoso mengungkap, partainya dipastikan solid mendukung Ical sebagai calon presiden 2014. Bahkan, dalam Rapimnas kemarin, Ical resmi dikukuhnya untuk maju dalam pertarungan Pilpres mendatang.

"Penentuan capres Golkar, tak perlu berlama-lama agar persiapannya jauh maksimal," kata Priyo.
Lalu, bagaimana dengan Megawati? Tercatat, sudah dua kali Megawati yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan ini maju sebagai calon presiden. Dua kali maju, dua kali pula dia gagal.

Kini Megawati, juga partainya belum mau mengumumkan siapa yang bakal maju sebagai capres.
Dalam hasil Kongres PDI-P di Bali, 2009 lalu, Megawati Soekarnoputri yang kembali terpilih menahkodai partainya, diberi mandat, memiliki hak prerogatif untuk menentukan calon presiden yang akan diusung.
Mega dalam satu kesempatan, juga belum menjawab pasti, apakah dirinya akan kembali maju menjadi calon presiden. "Masih terlalu dini, untuk menjawab itu," kata Megawati.

Saat meresmikan rumah sakit tanpa kelas di Cirebon, Mega mengisyaratkan, tak perlu dirinya untuk menjadi calon presiden.
 "Tak perlu saya (jadi calon presiden). Yang penting memimpin bangsa ini yang pro rakyat," ujarnya.
Ketua DPP PDI-P, Andreas Pareira menegaskan, pada saatnya nanti, partainya akan mengumumkan, siapa yang akan menjadi calon presiden. Tentu, nama yang akan resmi diumumkan, dilakukan pada waktu yang tepat.

"Tapi, kalau nanti yang maju dari tokoh-tokoh tua, kami berkeyakinan Ibu Mega yang menang. Hasil survey lembaga polling selalu menempatkan Ibu Mega di posisi teratas," kata Andreas diplomatis.

Sikap Megawati, seakan sama dengan sikap Wiranto, Ketua Umum DPP Partai Hanura. Wiranto, dalam Rakernas partainya beberapa waktu lalu, didaulat untuk maju sebagai calon presiden.

Wiranto tak menolak untuk kembali dicalonkan, akan tetapi perlu ada mekanisme resmi partai.
"Sebagai seorang parajurit, ditempatkan dimanapun saya siap. Namun, partai tentu ada mekanismenya yang sudah tentu ada pembahasan, pembicaraan terlebih dahulu. Namun, dukungan yang diberikan (pengurus Hanura seluruh Indonesia), tak mungkin saya untuk menolaknya," kata Wiranto.

Sumber: TRIBUNNEWS
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Mau Pilih Bahagia?

Syukuri apa yang ada
hidup adalah anugerah
tetap jalani hidup ini
melakukan yang terbaik
Tuhan pasti ‘kan menunjukkan
kebesaran dan kuasaNya
bagi hambaNya yang sabar
dan tak kenal putus asa
(D’masiv – Jangan Menyerah)  
pksgrogol.com – Jakarta. dakwatuna.com -Siapa yang belum pernah dengar lagu di atas? Ngacung! Hayyo ngaku aja, tar tak kasih CDnya gratis! hi hi…

*KIDDING ahh! (takut ditagih, lah wong sayanya aja ‘nda punya kok) :D

Gini…, gini….  Inti lagu di atas adalah kita diminta untuk tetap SEMANGAT, PANTANG MENYERAH, dan SELALU BERSYUKUR atas setiap episode hidup yang kita jalani.  Beragam manusia di dunia, masing-masing punya rezeki, ujian, keadaan, peran, dan peruntungan yang tak mungkin seragam.

Ada yang terlahir dengan hidung mancung, kulit putih, badan semampai, mata indah, dan segala pernik keindahan fisik lainnya, tapi ada juga yang standar, di bawah standar, bahkan mungkin (maaf) tidak sempurna secara penilaian manusia.  Ini baru penggambaran dari segi fisik saja, biar gampang dicerna.

Selanjutnya dari sisi materi, ada yang harta bonyok (bokap nyokap) nya ga abis mpe’ 7 turunan, ada yang pas-pasan, ada yang serba kekurangan.  Belum lagi dari sisi prestasi, peran, profesi, dan lain sebagainya.  Sungguh-sungguh bervariasi bukan?

Lalu siapa dari sekian macam manusia itu yang paling beruntung dan akan merasakan kebahagiaan?
SAYA!  Yah, katakan saya! SAYA yang paling bahagia dengan segala karunia yang Allah berikan.  SAYA yang paling beruntung atas nikmat yang ada saat ini.  SAYA menikmati setiap peran yang sedang dijalani.  SAYA yang paling BAHAGIA, selama SAYA bersyukur!

Setuju?!

Oww, ternyata masih ada yang belum setuju toh?  Baiklah, kita lanjuuutt.

Rasa syukur yang kita tanamkan akan menghadirkan kebahagian dalam hati, seperti apapun peran yang Allah sediakan dalam setiap episode hidup kita.  Namun bukan berarti syukur tanpa usaha untuk meraih cita-cita.  Bersyukur bukan berarti pasrah dan tak lagi bermimpi. Bukan, bukan seperti itu maksudnya.
Pernah dengar lagu zaman dulu yang liriknya kira-kira seperti ini:

Dunia ini panggung sandiwara
ceritanya mudah berubah
bla…bla…bla…
Yah…, dunia ini panggung sandiwara, dan Allah pengatur jalan ceritanya.

Allah SWT berfirman:
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’Am: 32)

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut: 64)
“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertaqwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.” (QS. Muhammad: 36)

Maka jalani setiap sandiwara dengan syukur dan sabar.  Bukankah ini ciri keistimewaan seorang insan beriman?

Rasulullah SAW bersabda,
“Sungguh mengherankan perkaranya orang mukmin, karena setiap perkaranya akan baik baginya, apabila dia mendapatkan kenikmatan maka dia bersyukur dan itu baik bagi dia, dan apabila ia mendapatkan musibah maka ia bersabar maka itupun baik bagi dia” (HR Bukhari)

Tak ada yang buruk bukan? Semuanya baik, dan semua bisa membuat kita bahagia.
Orang yang bersyukur akan melihat segala karunia yang ia miliki, lalu ia bahagia.   Sedangkan orang yang tidak bersyukur akan sibuk menghayalkan apa-apa yang menjadi karunia orang lain dan tidak ia miliki, lalu ia nelangsa dan sengsara.

Sebagai contoh:
Seorang pekerja selalu mengeluhkan kesibukannya, pekerjaan yang tak kunjung usai, hingga waktunya yang habis untuk lembur.  Ia stress karena merasa terbebani.  Sebaliknya, seorang pengangguran berkhayal alangkah indahnya jika hari-harinya disibukkan dengan beragam aktivitas yang menghasilkan, mendapatkan gaji setiap bulan, atau duduk di depan komputer dan keluar masuk kantor setiap harinya.

Seorang single merasa nelangsa karena hari-harinya terasa sunyi, sepi, sendiri, tak ada yang menemani (hi hi, laguuuu kali).  Sedangkan seorang istri merasa iri melihat temannya yang single karena bebas berbuat, bebas pergi ke manapun ia suka, bebas menikmati hidup, tanpa harus terikat banyak aturan rumah tangga.
Dan masih banyak ilustrasi lain yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu kita balikkan.  Seandainya pun mereka-mereka tadi bertukar peran, apakah lantas otomatis akan bahagia? TIDAK, selama mereka masih belum bisa bersyukur.

Sekali lagi, bersyukur bukan berarti berhenti bermimpi.  Tetap kita gantungkan mimpi setinggi bintang di langit (gimana tuh cara gantungin ke bintang) :D

Tapi di sela-sela mimpi yang belum di raih.  Di antara ikhtiar yang tak henti dijalani, mari sisipkan selalu rasa syukur di dalam hati.  Tetap jalani hidup dengan melakukan yang terbaik, berbuat dan bekerja untuk menggapai impian, dan biarkan Allah sebagai sutradara yang menentukan.

Entahlah akan seperti apa peran kita di atas panggung sandiwara ini.  Tapi seperti apapun jadinya, mari bersyukur, berbuat, dan tawakkal ilallah.  Karena Allah yang Maha Luas PandanganNya, pasti lebih bijaksana dalam menetapkan segala sesuatu.

Dan percayalah, dari setiap tetes peluh dan air mata.  Dalam lelah dan payah usaha, tak pernah ada yang sia-sia.  Meski kadang hasil tak sesuai harapan (kita), tapi yakin bahwa tak ada yang sia-sia.

“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105)

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Maka, mulai sekarang marilah jauhi keluh kesah, karena mengeluh hanya akan membawa alam bawah sadar pada penderitaan.  Ia hanya akan menegaskan betapa sengsara dan tidak beruntungnya kita.  Ia hanya akan menyibukkan kita untuk masuk ke dalam khayalan “andai aku jadi si A, jika aku ada pada posisi B, seumpama aku meraih kesuksesan seperti si C, dan seterusnya.

Lelah, pasti tak akan pernah ada ujungnya.  Karena perlu kita ketahui, si A yang kita harapkan posisinya pun ternyata sedang berkhayal untuk menjadi si D, Si E, atau bahkan justru ia berharap menjadi KITA! (nah lho).

Mari bersama belajar menerapkan rasa syukur, sebenar-benar syukur.  Ia akan menghadirkan positif feeling, ketenangan, kebahagian, serta energi untuk melakukan tindakan nyata.
Ternyata, bahagia atau tidak itu adalah pilihan ya?
Aku mau pilih bahagia ahhhh….

Kamu?

Wallahu’alam

Sumber: dakwatuna
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Cinta dan Rindu

pksgrogol.com – Jakarta. dakwatuna.com
Ketika hari kemarin…
telah berlabuh dua hati dan menjadi takdir ikatan suci…
hadirkan cinta yang berembun pagi kesejukan
cinta bertabur bintang malam kesunyian
pada hari-hari yang terlewati… dengan cinta dan rindu
Hingga aku pun tak tahu
di mana lagi harus aku letakkan rindu yang semakin menyesakkan ruang hatiku

Ketika hari ini…
ketidaksempurnaan pastikan ada
tampak pada garis-garis halus dinding istana kita…
tetap menjadi sandaran bagi jiwa dan hati nan lemah
dengan cinta dan rindu…
Hakikatnya cinta yang tetap menyatu
akan terus membangun di atas pondasi kekokohan
ke manapun… di manapun…
Akan selalu ku tulis rindu di atas angin
agar berhembus menerpamu

Ketika hari esok…
hanya pada Illahi kepasrahan bertepi…
seperti mentari yang menjanjikan terangnya
seperti melati yang menjanjikan harumnya
seperti taman bunga yang selalu memberi indah setiap waktu
cakrawala yang mencengkeram hati yang tetap pada cinta dan rindu
aku pun tahu…
akhir sebuah rindu adalah misteri yang disematkan pada sela waktu
digoreskan pada dinding nurani bernuansa pelangi
hadirkan sensasi biru ataupun kelabu
bagi kita yang merasakannya.

Dengan ridhaNya selalu… hari kemarin, hari ini dan hari esok tetap dalam cinta dan rindu

Sumber: dakwatuna
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Belajar Arti Keistiqamahan dari Seorang Putra

pksgrogol.com – Jakarta. dakwatuna.com - Saya memiliki seorang teman. Baru kenal beberapa tahun. Tapi sudah sangat akrab. Namanya Putra. Sejak duduk di bangku SMA, memang sudah nampak jiwa leadershipnya. Apalagi ditambah hobinya yang suka naik gunung, makin menambah kewibawaannya di mata teman-teman sebayanya. Sejak kelas satu SMA, Putra sudah mulai tertarik belajar keislaman. Awalnya dia suka belajar tentang Islam, tapi dia masih enggan untuk ikut dalam aktivitas keislaman bersama teman-teman ROHISnya.

“Ane risih Be, ngliatin anak-anak ROHIS yang sok sibuk sama seabrek kegiatan mereka” ungkapnya mengenang.
“Kalo ane sendiri, tipikal orangnya nyantai, ndak suka hal-hal yang serius” lanjutnya sambil tersenyum.
Menginjak kelas dua, cara pandangnya mulai berubah. Dia mulai tertarik untuk ikut terlibat aktif dalam kegiatan keislaman, bersama anak-anak ROHIS lainnya. Pemimpin tetaplah pemimpin, ditaruh dimana saja, kalau memang sudah berjiwa pemimpin, pasti juga akan menjadi pemimpin. Dalam waktu singkat, Putra sudah menjadi salah satu decision maker (pembuat keputusan) di antara teman-teman satu organisasinya, walaupun jabatan resminya tidak menjadi Ketua. Karenanya, sejak kelas tiga SMA, Putra sudah diminta untuk membina mentoring adik-adik kelas satu SMAnya.
***

Waktu berjalan, ketika seleksi masuk PTN, Putra diterima di salah satu PTN terbaik di Indonesia. Ketika mahasiswa, semangat berdakwahnya semakin menyala. Putra memiliki binaan mentoring beberapa kelompok, yang terdiri dari anak-anak SMA dan alumni SMA. Tahun berganti tahun, jumlah binaan mentoringnya makin lama makin banyak. Hingga adik-adik binaan mentoringnya punya binaan mentoring juga ke bawah. Terus seperti itu. Hingga sampai beberapa tingkat, mirip MLM. Istiqamah Putra terus membina, hingga menjadi salah satu tokoh yang disegani oleh para ADS (Aktivis Dakwah Sekolah) – yakni sebutan bagi alumni SMA yang membina juniornya di tempat dimana dia sekolah dulu–

Waktu berjalan, lima tahun Putra kuliah, akhirnya lulus sebagai sarjana. Di tahun yang sama dengan kelulusannya, Putra diterima sebagai PNS di salah satu kementerian. Walau telah disibukkan dengan dunia pekerjaan yang sibuk, semangat Putra untuk membina tidak surut, bahkan makin bersemangat lagi. Istiqamah Putra terus membina.

Di tahun 2009 akhir, tepatnya setelah resepsi pernikahan saya, sudah ada keinginan Putra untuk pencari pendamping hidup. Sebagai fitrah manusia, Putra juga berkeinginan mencari teman hidup untuk berbagi. Akhirnya, Putra memberanikan diri untuk menyampaikan ke guru ngajinya tentang keinginannya itu. Guru ngajinya pun menyanggupi dan berpesan kepada Putra untuk bersabar, seperti lazimnya pesan guru ngaji yang lain juga, termasuk guru ngaji saya dulu :) . Bersabar dan berharap kepada Allah, semoga diberikan bidadari dunia, istri yang shalihah. Minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, Putra terus menunggu guru ngajinya menyodorkan nama sebagai kandidat istrinya. Bagi laki-laki yang memang belum berkeinginan kuat menikah, menunggu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun mah tidak jadi soal. Tapi bagi laki-laki yang sudah berkeinginan kuat untuk menikah, menunggu berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan adalah sesuatu yang sangat menggelisahkan. Di waktu-waktu seperti ini, syetan biasanya terus menggoda dan berbisik, “Jangan-jangan guru ngajimu tidak serius mencarikan. Atau malah jangan-jangan guru ngajimu memang tidak mencarikan. Guru ngaji memang tidak bisa dipercaya.”
“Sering muncul prasangka-prasangka seperti itu Be, tapi Alhamdulillah ane bisa menepisnya” ungkap Putra kepada saya.

Makin lama Putra menunggu, makin dekat Putra dengan Allah. Momentum Ramadhan di akhir tahun 2010, Putra jadikan sebagai muhasabah dan introspeksi diri, dan disempurnakan dengan I’tikaf di 10 malam terakhir Ramadhan. Dan yang paling penting, Putra tidak menjadikan penantian itu untuk malas membina. Istiqamah Putra terus membina
***

Waktu setelah Isya’, tepatnya saat Indonesia kalah 6-1 melawan Uni Emirat Arab, berdering telepon Putra, ada panggilan masuk dari guru ngajinya.
“Putra, ini ada biodata akhwat. Insya Allah shalihah. Sesuai kriteria Antum, dia punya adik binaan. Tapi umurnya tiga tahun lebih tua dari Antum dan dia berasal dari Sulawesi. Gimana menurut Antum? ” kata Guru ngajinya mencoba menjelaskan
“Kalo menurut Antum gimana Pak?” tanya Putra balik disertai rasa penasaran.
“Insya Allah cocok buat Antum” jawab guru ngajinya meyakinkan.
“Kalo menurut Antum cocok, Insya Allah ane terima Pak” jawab Putra mantab.
“Ok, besok pagi, cek email ya” lanjut gurunya sembari mengakhiri pembicaraan.

Sudah berkecamuk pikiran Putra, bagaimana tanggapan orang tuanya. Orang tua Putra mensyaratkan kepada Putra empat kriteria calon istri yang harus dipenuhi. Pertama, umurnya tidak beda jauh. Kalau bisa lebih muda. Kedua, tempat tinggalnya dekat. Ketiga, bukan anak pertama. Dan keempat, harus berpendidikan. Putra menjelaskan panjang lebar kepada saya kenapa orang tuanya memiliki syarat-syarat seperti itu. Saya dan Putra bisa memaklumi hal tersebut. Karena beliau berdua, orang tua Putra punya rasionalitasnya sendiri yang memang harus kami hargai. Beliau berdua sudah berpuluh tahun hidup berumah tangga dan memiliki banyak pengalaman mengenai hidup berumah tangga.

Dari dua hal yang disebutkan guru ngajinya tentang calon istrinya, sudah dua point yang tidak sesuai kriteria, sedang dua hal lain yaitu terkait anak pertama dan berpendidikan belum Putra ketahui. Tapi Putra berkeyakinan, selama niatan nikahnya karena Allah, Allah pasti memberikan kemudahan. Esok paginya, Putra memberanikan diri untuk membuka email dari guru ngajinya dan mulai dibacalah baris per baris biodata calon istrinya. Semakin lama Putra membaca, semakin Putra mulai makin gusar. Apa sebab?

Biodata itu ternyata ditulis oleh guru ngaji calon istri Putra, bukan oleh calon istri Putra sendiri. Disebutkan di dalam biodata, calon istrinya itu sedang menyelesaikan studi master, berasal dari salah satu marga paling terpandang dari empat marga paling berpengaruh di Sulawesi, bapaknya seorang direktur bank dan kakaknya seorang master serta adiknya seorang dokter. Segera Putra menelpon guru ngajinya.
“Pak, ini bener biodatanya. Ini mah mirip skor Indonesia melawan Uni Emirat Arab 6 – 1 . Ane kalah dalam segala hal dengan dia” kata Putra gusar.
“Tenang akh, keluarganya hanya mensyaratkan calon suami seorang lelaki yang shalih. Itu saja. Dan Antum punya kriteria itu” jawab guru ngajinya menenangkan.
“Emm.. dan Antum menang dalam satu hal lagi,” lanjut guru ngajinya.
“Apa itu pak?” tanya Putra penasaran.
“Jumlah adik-adik binaan Antum lebih banyak dikit dari dia, haha..” jawab guru ngajinya dilanjut tertawa lepas.
“Bisa aja Antum pak” jawab putra disertai senyum.
“Jadi bagaimana, Antum siap ke proses selanjutnya?” tanya gurunya melanjutkan pembicaraan.
“Emm..ok, Pak. Kalau menurut Antum ane cocok dengan dia. Insya Allah ane siap ke proses selanjutnya” jawab Putra mantab.
***

Bulan Januari 2012, saya mendapat kabar gembira itu. Akhirnya, Putra menikah dengan calon pilihan guru ngajinya. Sepasang insan yang menikah, bukan karena sebab harta, bukan pula sebab kecantikan dan ketampanan. Tapi semata-mata menikah karena Allah. Mereka bersatu, untuk saling menguatkan. Menguatkan untuk senantiasa berada dalam ketaatan kepada Allah. Dan memang itulah yang terjadi, mereka berdua berkelindan, bahu membahu, istiqamah mereka terus membina.
Semoga Allah selalu mencurahkan keberkahan untuk keluargamu Putra. Darimu saya banyak belajar, tentang arti sebuah keistiqamahan.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami adalah Allah’, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaaf : 13-14)

Sumber: dakwatuna
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Membaca Itu Bukan Hobi

pksgrogol.com – Jakarta. dakwatuna.com - Ketika seseorang ditanya “Apa hobimu?” jawaban mereka akan bermacam-macam. Ada yang menjawab: “Hobi saya berenang, memancing, piknik/jalan-jalan dan lain-lain. Setiap orang memilih hobinya masing-masing, tak jarang hobi yang satu berbeda dengan yang lain. Termasuk kita juga mungkin pernah menemukan ada sebagian orang yang mempunyai hobi membaca.

Hal inilah yang membuat kami heran. Terheran bukan karena alangkah baiknya hobi itu, atau langka sekali orang yang mempunyai hobi seperti itu. Tapi apakah membaca menjadi sebuah hobi. Penulis tertarik dengan ulasan yang diberikan oleh DR. Rajib Al-Sirjany dalam bukunya Al Qira’ah manhajul hayah. Di sana beliau mengungkapkan dapatkah sebuah kegiatan membaca menjadi sebuah hobi. Dengan argumennya yang ringkas ia menjelaskan esensi membaca serta mengupas urgensi membaca dalam Islam dengan menyelipkan sedikit keadaan umat Islam belakangan ini.

Ketika seseorang berkata bahwa hobi saya adalah membaca, bukankah membaca sebuah kebutuhan hidup dan tidak hanya menjadi sebuah hobi. Bisakah seseorang mengatakan bahwa hobinya adalah minum air, contohnya. Bukankah setiap orang juga meminum air. Maka hal ini tidak dapat menjadi sebuah hobi, karena itu merupakan sebuah keniscayaan bukan sebuah hobi. Sama halnya juga ketika seseorang mengatakan: “Hobi saya adalah makan!” Kenapa demikian? Karena makan adalah suatu keniscayaan bukan sebuah hobi, maka setiap orang yang merasa lapar pasti akan makan, mungkin yang berbeda hanyalah macam makanannya, itu wajar-wajar saja. Tetapi ketika engkau dilarang untuk makan, tidur, dan bernafas maka ini dapat menyebabkan kematian, karena semua ini adalah kebutuhan hidup setiap orang. Dan menurut hemat kami, setiap orang haruslah membaca, bukan hanya membaca satu dua buku, sehari sebulan atau setahun saja, tapi membaca haruslah menjadi sebuah “metode hidup” .Janganlah hari-harimu berlalu begitu saja tanpa membaca, yang dimaksud membaca di sini bukan sekedar membaca tetapi membaca sesuatu yang menghasilkan manfaat, bacaan yang membangun bukan menjatuhkan, membawa perubahan bukan menghancurkan. Oleh karena itu membaca bukanlah sebuah hobi.

Sungguh tidak pantas lagi ketika kita mendengar seseorang berkata: “Saya tidak senang membaca, tidak biasa, atau cepat bosan membaca”. Karena hal ini sama seperti seorang berkata: “Saya bosan makan, maka saya tidak akan makan”. Ketika kita perhatikan sejarah Nabi, kita akan menemukan perhatian yang sangat besar terhadap kegiatan membaca. Maka tidaklah heran ketika membaca tidak hanya menjadi hobi tapi sudah menjadi sebuah metode hidup.

Sebagai contoh, Rasulullah SAW meminta pada tahanan musyrik yang ingin menebus dirinya untuk mengajarkan baca dan tulis kepada sepuluh orang Mukmin. Hal ini merupakan suatu yang aneh bukan. Karena kalau kita perhatikan keadaan umat Islam pasca perang Badr lebih membutuhkan harta, atau merawat para tahanan agar dapat memberikan tekanan pada kaum musyrikin atau mungkin dapat ditukar dengan tahanan umat Islam yang ada pada mereka. Tapi Rasul berfikir sesuatu yang lebih penting dari itu, yaitu bagaimana cara mengajarkan umat Islam agar dapat membaca. Apalagi waktu itu buta huruf masih meraja lela. Bukankah kebangkitan, kemajuan dan perkembangan suatu kaum tergantung pada kadar perhatian mereka terhadap baca tulis dan belajarnya kaum tersebut. Karena itu membaca sebuah kebutuhan yang sangat urgent.

Mari kita perhatikan wahyu pertama yang turun kepada Rasulullah SAW melalui Malaikat Jibril as Kalimat “Iqra”, bukankah ini mengundang sebuah perhatian tersendiri. Sebenarnya bisa saja wahyu itu dimulai dengan kata-kata lain, akan tetapi mengapa Al Quran yang diturunkan selama 23 tahun memulai dengan kata ini (Iqra’)? Lalu mengapa kata ini ditujukan pada Nabi bukankah beliau adalah seorang Ummi (tak dapat membaca dan menulis), padahal di sisi lain Beliau memiliki beribu-ribu keutamaan mulia dan perangai terpuji, dimana Al Quran bisa saja memulai dengan kelebihan dan keutamaan itu. Tetapi mengapa wahyu pertama malah memulai titahnya kepada kanjeng Rasul dengan perintah yang jelas, langsung, dan tercakup dalam sebuah kata yang mengandung sebuah metode hidup, membaca.

Keadaan Rasul yang tak tahu bagaimana cara dan apa yang dibaca ketika itu dengan jelas terlihat dari jawaban Beliau: “Ma ana bi qori‘ (Saya tak dapat membaca)”. Bukankah kalimat ini sudah cukup menjadi alasan agar Jibril memilih topik lain, atau menjelaskan maksud yang ia (Jibril) inginkan. Tapi Jibril malah mendekap Nabi dengan sangat keras kemudian ia memerintahkannya dengan perintah yang sama, Iqra‘.

Nabi sendiri tidak tahu apa yang ia inginkan, bahkan ia tak tahu siapa orang yang ada di hadapannya itu dan bagaimana ia bisa datang ke tempat itu. Kejadian ini pun berulang–ulang sampai tiga kali dan akhirnya Jibril melepaskannya seraya membacakan kelima ayat pertama surat Al-’Alaq. Semua kejadian ini sebelum Jibril menyatakan bahwa ia adalah Malaikat utusan Allah, Ia adalah Rasulullah, wahyu itu adalah Al Qur’an, dan agama baru ini adalah Islam. Sebelum adanya semua pernyataan ini ia menyuruh Nabi sebuah perintah yaitu membaca.

Tidakkah cukup hal itu menjadi sebuah bukti kepada Umat Islam akan pentingnya membaca!
Apakah masuk akal jika sebuah awal kata yang diturunkan dalam Al Qur’an merupakan sebuah hobi, yang disenangi sebagian orang dan dijauhi bahkan dibosani sebagian lainnya!

Al Quran terdiri lebih dari 1770 kata, tapi kata iqra (membaca) adalah kata pertama yang diturunkan dalam Al Quran. Ia juga mengandung ribuan kata perintah seperti Shalat (wa aqimus shalah), zakat (wa atuz zakah), jihad dan lain-lain, tapi kata perintah pertama adalah membaca (iqra). Bahkan tidak hanya berhenti di sini, kelima ayat pertama yang diturunkan seluruhnya juga berbicara tentang topik membaca. Kata iqra‘ juga disebut berulang-ulang sebanyak dua kali.
Lalu yang menjadi pertanyaan selanjutnya, mengapa kita harus membaca? apakah ia merupakan sebuah perantara atau tujuan?

Membaca adalah sebuah perantara, kita membaca untuk belajar. Hal ini telah Allah jelaskan pada kelima ayat surat Al-Alaq tadi, “Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Peran membaca sebagai perantara untuk mencapai sebuah pengetahuan semakin terasa penting terlihat dari ayat di atas. Walau kita tahu bahwa pengetahuan adalah tujuan membaca tetapi Allah tidak memulai Al Quran dengan kata ta’allam (belajarlah) bahkan Ia malah memulai dengan kata iqra‘ (bacalah).

Memang banyak sarana untuk belajar seperti mendengar, melihat, mencari pengalaman, dan bereksperimen. Tapi sarana terbesar untuk belajar adalah membaca. Seakan-akan Allah mengajarkan kita bahwa sekalipun terdapat begitu banyak sarana belajar tapi kita tetap harus membaca. Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa membaca bukanlah sekedar hobi tapi ia merupakan sebuah metode hidup. Menengok sejenak keadaan umat Islam sekarang ini, kita temukan buta huruf masih merajalela. Sebuah keterpurukan pada umat Al Quran. Umat yang kata pertama dalam pegangan hidupnya adalah membaca. Sungguh amat berbanding terbalik dengan konsep yang diajarkan Islam.

Persentase buta huruf secara kesuluruhan (sama sekali tidak bisa baca atau menulis) pada bangsa Islam mencapai 37 %. Tapi dengan keadaan buta huruf yang sudah sangat kritis ini dunia Islam hanya menganggarkan kurang dari 4% dari income total mereka. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini tidaklah dianggap sebagai sebuah persoalan penting bagi mereka. Dan ini adalah sebuah problem besar yang membutuhkan perhatian lebih. Angka 37% itu hanya buta huruf yang terlihat jelas, belum terhitung buta huruf lainnya yang secara tidak langsung sudah tersebar pada Umat ini. Ternyata tingkatan “buta huruf” juga terdapat pada orang-orang yang dapat membaca dan menulis dengan baik, bahkan mereka pun telah menamatkan jenjang Perguruan Tinggi. Contohnya tak sedikit orang yang telah lama bergelut dalam baca dan tulis, tapi anehnya kadang mereka tidak tahu banyak hal yang sangat penting yang terjadi di dunia ini. Bukankah ini merupakan kebutaan dalam umat kita!

Ada juga orang yang masih awam terhadap agama. Bahkan mungkin kita pernah temui seorang Profesor di sebuah Universitas, seorang dokter spesialis, atau pengacara ulung yang tidak tahu hal-hal sepele dalam agama mereka. Atau mungkin masih ada orang yang belum tahu tentang hal-hal dasar dalam undang-undang dan aturan-aturan hidup mereka.

Kunci tegak dan berdirinya suatu Umat adalah kata “iqra“. Tidak mungkin sebuah umat dapat tegak berdiri tanpa membaca. Oleh karena itu salah seorang “dedengkot” Yahudi pernah berkata: “Kami tak pernah takut dengan bangsa Arab (Islam), karena mereka adalah bangsa yang tak dapat membaca”. Benarlah apa yang dikatakan Yahudi itu walau sebenarnya mereka adalah pembual ulung. Karena Umat yang tidak dapat membaca adalah umat yang tidak memiliki wibawa dan tak perlu disegani.

Mudah-mudahan tulisan ini dapat menggugah dan membawa pencerahan bagi penulis khususnya serta para muslimin umumnya untuk dapat mengaplikasikan titah awal yang diperintahkan pada Umat ini, membaca. Amin. Wallahu wa Rosuluhu ‘Alam

Sumber: dakwatuna
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Negara Kaya tapi Sengsara

pksgrogol.com – Jakarta. dakwatuna.com - Sebuah kejadian yang sangat kita sesalkan dan perlu dikaji ulang. Indonesia, sebuah Negara kepulauan yang memiliki berbagai macam kekayaan alam dan juga berbagai macam kebudayaan, begitu juga rakyatnya yang dikenal hidup dengan makmur hingga memiliki julukan “Gemah Ripah Loh Jinawi”ternyata para pengemban amanatnya adalah seorang  koruptor cerdik yang tanpa memperhitungkan akibat yang nantinya akan terjadi, setelah mengambil apa yang telah dihasilkan oleh rakyat.

Fakta mengatakan bahwa tidak hanya pejabat kalangan atas saja yang berani melakukan tindak korupsi, kolusi dan juga nepotisme. Akan tetapi juga termasuk pejabat kalangan menengah dan kalangan bawah. Bahkan secara tidak tersadari, kejadian-kejadian seperti itu sudah menjadi hal yang lumrah dan tak seorang pun yang berani menghentikannya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah pun membuat berbagai macam peraturan pemerintah yang berisikan tentang undang-undang anti korupsi yang salah satu isinya adalah: “Barang siapa yang dianggap melakukan tindak korupsi terhadap Negara, maka dia akan dihukum dalam kurun waktu yang telah ditentukan”. Memang benar semua itu telah berjalan, walaupun belum seluruh koruptor tertangkap. Akan tetapi sayangnya UU semacam itu hanya berlaku beberapa saat saja dalam waktu yang singkat. Setelah itu sebagian koruptor yang telah ditahan (dihukum), dibebaskan kembali dengan begitu mudahnya. Jika kita pikirkan kembali, betapa mudah mendapatkan sesuatu dengan uang, walaupun itu adalah sebuah kejujuran maupun sebuah keadilan yang sebenarnya merupakan hal yang sangat berharga dan patut diperjuangkan.

Betapa tidak berharganya sebuah hukum, jika dengan semurah itu hukum dapat dibeli dengan setumpuk uang, betapa mudah mendapatkan sebuah kursi jabatan hanya dengan selembar cek.

Dengan kata lain dia telah mengabaikan amanat yang telah dipercayakan padanya. Amanat serta kepercayaan yang diberikan oleh rakyat terhadap mereka hanyalah merupakan sebuah simbol belaka. Semua itu digunakan hanya untuk menutupi perbuatan-perbuatan bejat yang mereka lakukan. Mereka mengatakan demi kepentingan rakyat sepenuhnya, padahal yang terjadi justru sebaliknya. Semua tindakan tersebut banyak mengundang histeria sosial masyarakat. Maka jangan heran jika tudingan sinis selalu terarah pada mereka, terutama kepada koruptor yang pandai memetik kesempatan di balik amanat yang dititipkan kepadanya. Sudah selayaknya mereka diganjar dengan memborgol kekuasaannya.

Fakta hari ini menunjukkan, Negara kita mengalami kesulitan yang bukan alang kepalang dalam menemukan sosok pemimpin yang bisa mengayomi seluruh rakyat, yang bisa mendekatkan gap antara si kaya dan si miskin. Apa mau dikata semua pemimpin yang kita miliki selama ini masih menunjukkan sikap kepemihakan pada sebagian rakyat, yakni kelompoknya sendiri. Semua itu merupakan tantangan besar bagi seluruh bangsa Indonesia di tanah air ini.

Sebagaimana catatan getir di atas, faktor kegagalan terbesar di bumi Indonesia ini terletak pada pemimpin, terutama Presiden dan Wakil Rakyat yang ada di DPR, ataupun DPR I dan II. Merekalah yang paling menentukan sejarah bangsa ini. Dengan kekuasaan dan kekuatan yang dimilikinya mereka mampu membuat bangsa ini putih mengkilap, tetapi juga bisa sebaliknya, hitam melegam.

Ringkasnya, pemimpin bukanlah mereka yang suka mengumbar janji tanpa adanya bukti dan bukan pula yang hanya suka memberikan tataran kata-kata tanpa fakta namun pemimpin yang sejati adalah orang yang setiap perkataan, perbuatan dan sepak terjangnya, baik sendiri maupun bersama selalu menjadi cermin bagi orang lain. Dia selalu mampu dijadikan sebagai uswah hasanah (suri tauladan) bagi seluruh masyarakat yang dipimpinnya. Karakter presiden seperti inilah yang menjadi pilihan dan dambaan seluruh bangsa Indonesia.
Sebagai penutup saya berharap semoga Tuhan senantiasa memberikan pertolongan atas cobaan yang telah diberikan pada Negeri tercinta ini.

Sumber: dakwatuna
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Tokoh Kristiani : Saya Menaruh Simpatik ke HNW dan PKS

pksgrogol.com – Jakarta. Islamedia - Sebagai partai politik yang berideologi Islam, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bukan hanya memberikan manfaat kepada umat Islam semata, terhadap pemeluk agama lainpun PKS memberikan manfaatnya. Tidak sedikit para tokoh pemeluk agama lain menaruh simpati kepada PKS, salah satu bukti penerimaan terhadap PKS dilihatkan dari dukungan yang luar biasa di Indonesia bagian timur yang notabene mayoritas beragama kristen.

Beberapa tokoh PKS sangat mengayomi semua pemeluk agama di Indonesia, salah satunya adalah Hidayat Nurwahid (HNW). Sebagai sosok politisi dan seorang Ulama, Hidayat Nurwahid telah memberikan teladan kepada seluruh anak bangsa agar selalu terjalin keharmonisan dan toleransi meski berbeda keyakinan.

Adalah Theophilus Bela yang merupakan Ketua Umum Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ) memaparkan rasa simpatiknya terhadap Pa Hidayat, "Hidayat Nur Wahid itu seorang kawan baik saya dan rumah pribadinya di Pondok Gede juga tak jauh dari rumah saya, bahkan tidak jarang saya diundang makan malam bersama Pa Hidayat Nurwahid".

Theophilus memaparkan apresiasinya kepada Hidayat Nurwahid dan PKS tentunya yang telah mengayomi seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa memandang latar belakang agama. Interaksi dengan sosok Hidayat Nurwahid juga telah mengajarkan akan arti toleransi dan menghargai pihak yang berbeda dalam hubungan sosial.

Apa yang diutarakan oleh tokoh kristiani ini mengingatkan kita dengan apa kejadian yang terjadi di Mesir belum lama ini. Mayoritas pemeluk kristen Koptik menyatakan dukungan politiknya terhadap PKK yang berideologi Islam dengan dasar pertimbanganya karena PKK menawarkan keadilan dan kebebasan kepada seluruh warga Mesir.

Toleransi yang tinggi oleh umat Islam memang sudah di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW yang selalu memberikan rasa aman tehadap umat agama lain. Tradisi positif inipun telah dilanjutkan oleh generasi-generasi selanjutnya sebagaimana yang telah dilakukan oleh Sholahudin Al Ayubi saat pembebasan Kota Al Quds Palestina. Saat itu hampir mayoritas pemeluk nasrani mengaku lebih aman dan damai dibawah pemerintahan Islam.[itoday/ismed]
Sumber: islamedia
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Buatlah Harta Lebih Bermanfaat

ياايها الذين امنوا انفقوا مما رزقناكم من قبل ان يأتي يوم لا بيع فيه ولا خلة ولا شفاعة والكافرون هم الظالمون”’’
pksgrogol.com – Jakarta. dakwatuna.com - “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah SWT) sebagian dari rezeki yang kami berikan pada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan persahabatan yang akrab dan syafaat, dan orang-orang kafir itulah yang zhalim.” (QS. Al-Baqarah: 254)

Segala puji bagi Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi. Sang Khaliq yang Maha dari segala-galanya bahkan walaupun seluruh yang merasa Maha di bumi ini berkumpul untuk melawan Allah SWT tidak akan mampu melawan-NYA termasuk seluruh Mahasiswa dan penulis hitam di atas putih ini karena saya adalah Maha juga tapi bukan Maha Kuasa melainkan Mahasiswa. OKI (oleh karena itu) tak ada daya bagi seorang manusia untuk menyembah selain Allah yang Maha Esa sebab segala sesuatu datangnya dari Tuhan yang Maha Esa.

Perlu diketahui bahwa anak manusia hidup di dunia ini mempunyai visi dan misi menuju kehidupan yang sebenarnya yaitu kehidupan akhirat yakinlah bahwa hidup sesudah mati benar-benar ada, itu pemahaman kaum muslimin. Mengapa saya katakan demikian karena boleh jadi ada di antara kaum atheis (hidup tanpa Tuhan) yang berkeyakinan bahwa hidup setelah mati adalah sesuatu yang nihil.

Sebelum melangkah lebih lanjut tulisan ini dimulai dengan firman Allah di atas, sebuah firman kepada orang-orang yang beriman dan merupakan perintah untuk menafkahkan sebagian harta yang kita miliki di jalan Allah SWT dengan hati yang ikhlas bukan dengan harapan ingin disebut sebagai orang dermawan. Mungkin di era globalisasi ini ada manusia yang selalu mencari keuntungan bunga dalam menabung harta, mencari BANK yang lebih berbunga atau mengincar hadiah-hadiah yang akan dibagikan Bank sekarang adalah sesuatu yang ikhtilaf riba atau bukan…? Perlu dikaji lebih lanjut.

Namun segala sesuatu yang ada di muka bumi ini akan fana, musnah, termasuk harta benda yang kita miliki, Mobil Mewah, Motor, Rumah Mewah, Perusahaan, Kulit Mulus, Muka yang cantik, ganteng semuanya akan musnah, boleh jadi semua yang disebut di atas hanya dinikmati di dunia yang penuh dengan sandiwara.

Wahai para saudaraku seiman dan seagama yang disayangi oleh Allah, teringat dalam salah satu kuliah yang dibawakan oleh Dr. Mohamammad Rafi’ (Dosen Univ. Sidi Mohammed Ben Abdellah Maroko)
 mengatakan الشريعة مصلحة  bahwa syariat itu selalu dan akan mengandung manfaat atau kemaslahatan. Oleh karena itu camkan bahwa setiap yang diperintahkan melalui Al-Qur’an dan Al-hadits maka ikutilah insya Allah akan mengantarkanmu menuju kebahagiaan hakiki yaitu kehidupan syurga. Berinfaq misalnya, sudah sekian banyak ayat dalam Al-Qur’an senantiasa memerintahkan untuk memberikan sebagian harta di sabilillah. “Perumpamaan orang-orang menafkahkan hartanya di jalan Allah (dalam urusan agama)  serupa dengan sebutir benih menumbuhkan tujuh butir (Tangkai), pada tiap-tiap butir terdapat 100 biji, Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang ia kehendaki. (Al-Baqarah ayat, 261)

Subhanallah walillahihamdu, betapa banyaknya pahala jika kita menafkahkan harta dalam urusan agama, resapilah makna ayat di atas diumpamakan menanam 1 pohon lalu tumbuh hingga bertangkai sebanyak 7 tangkai lalu setiap tangkai terdapat 100 buah.  Itulah perumpamaan pahala menafkahkan harta di jalanNya.

Dalam ayat terakhir terdapat kalimat ” “والله يضاعف لمن يشاء Allah SWT akan melipatgandakan pahala bagi yang ia kehendaki. Bermakna jika seorang mukmin menafkahkan dibarengi niat yang tulus Lillahi ta’ala maka akan mendapatkan pahala sesuai keinginan Allah melebihi yang disebutkan di atas.

Termasuk kunci-kunci rizki adalah memberi nafkah kepada orang yang sepenuhnya menuntut ilmu syariat (agama). Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ia berkata:

“Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah seorang daripadanya mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan (saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia”

Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulai Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada orang yang mengadu kepadanya karena kesibukan saudaranya dalam menuntut ilmu agama, sehingga membiarkannya sendirian mencari penghidupan (bekerja), bahwa semestinya ia tidak mengungkit-ungkit nafkahnya kepada saudaranya, dengan anggapan bahwa rizki itu datang karena dia bekerja. Padahal ia tidak tahu bahwasanya Allah membukakan pintu rizki untuknya karena sebab nafkah yang ia berikan kepada saudaranya yang menuntut ilmu agama secara sepenuhnya.

Maka beruntunglah bagi seorang mukmin yang senantiasa menafkahi orang-orang yang menuntut ilmu syariat Islam, menuntut ilmu agama Allah, menafkahi pelajar atau mahasiswa yang sedang menuntut ilmu agama Islam.  Imam Al-Ghazali berkata: “Ia harus mencari orang yang tepat untuk mendapatkan sedekahnya. Misalnya para ahli ilmu. Sebab hal itu merupakan bantuan baginya untuk (mempelajari) ilmunya. Ilmu adalah jenis ibadah yang paling mulia, jika niatnya benar.”

Ditambah lagi Firman Allah in the holy Qur’an:
من ذا الذي يقرض الله قرضا حسنا فيضاعفه له أضعافا كثيرا
Siapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah, dengan pinjaman yang baik (Menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya, dengan lipat ganda yang banyak…” (QS. Al-Baqarah: 245)


Wahai saudara-saudaraku yang dicintai Allah jika kalian menafkahkan harta untuk urusan agama Islam maka sama halnya meminjamkan Allah, maka sudah menjadi hak Allah untuk membayarnya dengan melipatgandakan. Inilah tabungan yang sesungguhnya yang abadi selama hati disinari dengan niat yang ikhlas boleh dikata ini BANK Allah SWT yang tak akan pernah dibobol oleh anak manusia seperti apa yang telah dilakukan oleh para pegawai bank swasta di Negara kita Indonesia. “Mari menafkahkan sebagian harta fi sabilillah atau dalam urusan agama insya Allah, Allah akan selalu memperbanyak rezeki kita”. Pernah suatu

ketika penulis bersedekah sebanyak 3 dirham mata uang maroko tiba-tiba tiga 3 hari kemudian saya diberi seorang dosen sebanyak 300 dirham Subhanallah itu merupakan keajaiban bagiku. Wallahu alamu Bishowab.

Sumber: dakwatuna
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook

Yang Muda Yang Beragama

pksgrogol.com – Jakarta. dakwatuna.com - Mungkin jargon itu sudah tidak asing lagi di telinga kita. Entah dari mana dan sejak kapan tepatnya kemunculan yel-yel tak masuk akal ini nampaknya seperti sebuah misteri. Tak ada seorang pun mengetahuinya. Namun fokus kita bukan di sini. Yang patut kita soroti ialah mengapa “sebagian” (atau mungkin “kebanyakan”?) dari pemuda di era yang katanya modern ini dengan bangganya menjadi penganut jargon ini? Bukankah prinsip dasar “Siapa yang menanam, maka dialah yang akan menuai” sudah menjadi semacam hukum alam?

Kalau kita telaah lebih dalam lagi, salah satu faktor merebaknya paham tak sehat ini tak akan lepas dari peran media. Bukankah saat ini era globalisasi? Di mana dalam waktu sekian detik kita sudah bisa mengetahui segala kejadian yang berlangsung di belahan dunia lain. Semua makhluk bernama manusia di muka bumi ini sudah seperti tinggal di satu global village. Batas ruang dan waktu tak menjadi soal asalkan punya modal. Konsekuensinya, arus lalu lintas paham, prinsip, atau keyakinan semakin deras tiap saat. Termasuk dalam hal ini ialah ‘melodi’ kaum pemalas yang dikutip di atas.

Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan seseorang di masa transisi sebelum benar-benar menjadi dewasa ini? Mungkin akan beragam jawaban terlontar dari para pemuda jika kita tanyakan hal ini. Namun, di sini penulis hanya akan menjawab ini dengan mengutip pernyataan Imam Syafi’i rahimahullah, “Sesungguhnya kehidupan pemuda itu, demi Allah hanya dengan ilmu dan takwa (memiliki ilmu dan bertaqwa), karena apabila yang dua hal itu tidak ada, tidak dianggap hadir (dalam kehidupan)”

Berat sekali, ya? Sebenarnya tidak juga. Itu tergantung bagaimana kita memandang dan meyikapinya. Bukankah Allah SWT tidak akan memberi beban melebihi kemampuan hamba-Nya seperti termaktub di QS Al-Baqarah: 286?

Berakit-rakit Dahulu
Jarang sekali kita menemukan kasus kesuksesan yang berawal dari kemalasan dan keengganan membuat langkah-langkah kecil menuju apa yang kita inginkan. Dan tentu saja kita tidak bisa terlalu berharap dari sekian persen kasus itu terjadi pada diri kita. Artinya, mau tidak mau memang kita harus jadikan “Berakit-rakit dahulu, berenang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”.

Menjalankan rutinitas ibadah, mencari ilmu, berdakwah, dan segala macam kebaikan lainnya tentu akan terasa berat bagi sebagian orang. Namun, perlu kita catat bahwa ketika diri ini selalu merasa berat untuk melaksanakan itu semua, kita harus waspada. Allah SWT telah berfirman, “…Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” (QS Al-Baqarah: 45). Kita juga sudah mengetahui bahwa sejatinya dunia adalah masa bercocok tanam sebelum kita berpanen raya di akhirat kelak. Imam Ahmad rahimahullah pun pernah menyatakan bahwa masa istirahatnya seorang mukmin ialah di surga Allah SWT nanti. Masih pantaskah kita terlena dan berleha-leha di alam fana ini jika kita mengaku sebagai seorang mukmin?

Get a “VVIP Ticket”!
Kalau ada konser atau pertunjukan popular lain, biasanya calon penonton akan mati-matian berjuang memperoleh tiket VIP, bahkan VVIP jika memang ada. Dan ketahuilah wahai generasi muda Islam, Allah SWT pun sudah menjanjikan hal serupa melalui sabda Nabi-Nya; “Ada tujuh golongan yang bakal dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), seseorang yang hatinya bergantung kepada masjid (selalu melakukan shalat berjamaah di dalamnya), dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seseorang yang diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk berzina), tapi ia mengatakan: “Aku takut kepada Allah”, seseorang yang diberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kanannya, dan seseorang yang berdzikir (mengingat) Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya.” (HR Bukhari)

So, what are you waiting for?Kalau ada tiket VVIP untuk masuk surga seperti ini, akankah kita sia-siakan?

Mau Dapat Kebaikan?
Doa pamungkas tiap muslim umumnya ialah agar selamat dan bahagia dunia plus akhirat. Intinya, kebaikan selalu meliputi kita, itulah yang mungkin menjadi impian tertinggi seorang muslim. Nah, coba simak sabda

Rasulullah SAW berikut:
Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar.” (HR. Bukhari)

Kalau menurut penulis, salah satu alasan pemahaman agama bisa menghantarkan kita menjadi bahagia, sukses, dan diliputi kebaikan ialah karena agama ialah inti dari kebahagiaan itu sendiri. Apapun kedudukan sosial kita, dengan bekal pemahaman agama segala sesuatu akan terasa nikmat. Pahit di permukaan seketika berubah menjadi madu kualitas wahid. Selain itu, ketika kita menjadi “orang besar” pun, ilmu agama akan menjaga kita tetap berpijak di jalan yang benar.

Lalu..?
Setelah mengetahui masa muda itu adalah masa keemasan, maka sudah selayaknya kita segera bangkit untuk memperbaiki diri. Ketika saat ini kita masih belum peduli tentang kapasitas keilmuan agama kita, maka tak ada lagi alasan untuk tetap jalan. Sedangkan apabila kita sudah mulai membenahi agenda untuk memasukkan jadwal mengkaji Islam, maka istiqamah adalah langkah selanjutnya yang harus kita ambil. Hiraukan saja apabila ada yang mengatakan bahwa mendekat kepada-Nya hanyalah untuk orang yang sudah “bau tanah”. Ingatlah bahwa kita tidak tahu kapan malaikat Zabaniyyah menjemput kita.

Sumber: akwatuna
Untuk berita terbaru, ikuti PKS Grogol di Twitter dan Facebook