pksgrogol.com – Jakarta. dakwatuna.com - Bismillahirrahmanirrahiim…
Bagi para akhwat, menjalani kehidupan sebagai istri dan ibu adalah berarti menjalankan sebuah peran besar dengan segala tuntutannya.
Ketika ia memutuskan untuk menikah, saat itu pula segala kesenangan serta kesusahan ditanggung bersama. Masa-masa indah di awal pernikahan mungkin belum mendatangkan berbagai cobaan yang sebenarnya akan menguatkan ikatan cinta dan keimanan mereka.
Namun, ada pula mereka yang sejak awal harus melewati sekian rintangan demi mengukuhkan tekad menggenapkan setengah dien.
Tak sedikit saya mendapati cerita-cerita seputar suka-duka berumah tangga. Bagi sebagian yang lain mungkin cerita seputar lika-liku rumah tangga bisa jadi mengakibatkan ketakutan bagi mereka yang belum menikah. Takut akan mengalami kesulitan yang di alami oleh fulanah, khawatir tak akan sanggup menghadapi cobaan seperti yang dihadapi fulanah yang lain. Dan, akhirnya berhari-hari mengukur diri, kapankah saat yang tepat menyatakan diri SIAP untuk MENIKAH? Selanjutnya mereka-reka kesanggupan bila harus mengalami peristiwa ini-itu yang dialami oleh mereka yang telah bercerita banyak.
Hampir setiap saat ummi selalu membawa cerita hikmah dari setiap aktivitasnya. Tentu saja cerita hikmah yang disampaikan seputar biduk rumahtangga. Kadang saya berpikir kenapa harus di sampaikan pada saya cerita itu? Ternyata memang harus disampaikan agar saya dan untuk anak-anaknya yang belum menikah mengambil hikmah lewat cerita tersebut. Itu pula yang disampaikan ummi pada saya.
Malam itu, sambil mempersiapkan bahan untuk materi yang akan ummi ajarkan esok hari pada anak didiknya. saya pun masih sibuk membuat tulisan yang akan di persiapkan untuk aktivitas esok. Mulailah ummi mengawali ceritanya.
Teman ummi, Sebut saja namanya Ika seorang akhwat muda yang berani mengambil keputusan menggenapkan dien di tahun pertama kuliahnya. Memiliki suami yang juga masih kuliah. Kalau dipikir-pikir berapa penghasilan yang dihasilkan dari seorang mahasiswa? Mungkin memang tak cukup untuk memenuhi segala kebutuhan mereka berdua. Padahal kebutuhan sehari-hari harus dipenuhi. Adakalanya seorang istri harus menghadapi kenyataan sulitnya mengatasi masalah keuangan keluarga. Di satu sisi ada kebutuhan mereka berdua yang harus dipenuhi, di sisi lain suami pun masih punya kewajiban menafkahi orang tua dan saudara kandung yang masih harus ditanggung.
“Kalau kamu menghadapi kondisi seperti itu bagaimana? Tanya ummi.
Saya kemudian terdiam sejenak sambil berhenti menulis. Belum sampai saya mengeluarkan kata-kata sedikit pun, ummi lantas melanjutkan pembicaraannya.
“Sebenarnya setiap perjalanan hidup berumah-tangga pastilah terdapat banyak hal yang sebenarnya akan menguji setiap jenak kesadaran kita untuk memperjuangkan ikatan suci ini, baik itu berupa kesenangan dan kemudahan yang Allah berikan.
Misalnya suami harus lebih “ekstra” mencari nafkah, sedangkan istri harus lebih “ekstra” mengatur keuangan rumahtangga. Jadi menteri keuangan yang diamanahi oleh suami memang tak mudah. mulailah dari situ Ika berpikir keras bagaimana bisa uang yang ada bisa memenuhi kebutuhannya. Ya, paling tidak cukup makan, cukup untuk bayar kontrakan, cukup untuk biaya kuliah suami, cukup yang lainnya. Ada tuntutan tersendiri ketika ia harus terburu-buru pulang dari kampus untuk sampai ke rumah karena belum masak yang harus terhidangkan untuk suaminya, pekerjaan rumah belum selesai, belum lagi kewajiban sebagai guru “Les” yang juga harus ia tunaikan. Untung Ika memiliki suami yang sangat sayang padanya, paham dengannya. Hingga urusan pekerjaan rumah, masak, mencuci suami ikut membantunya.
Bagaimana pun, dalam keadaan apapun, sepelik apapun ujian itu, senyum manis serta kasih sayang itu haruslah selalu tercurahkan untuk mereka yang di cintai : Suami misalnya. Disadari ataupun tidak Istri dan Ibu merupakan sumber kekuatan cinta yang akan menambah energi bagi mereka. Memang tidaklah bisa memaksakan akhwat menjadi superwoman dan menjalani segala sesuatunya dengan sempurna.
Seperti Khadijah yang setia mendampingi Rasulullah tercinta saat kapan pun, saat suka maupun duka. Ialah yang pertama kali memberikan rengkuhan kekuatan baginya kala dibutuhkan. Ialah sokongan bagi setiap celah jihad suami. Ialah yang pantas untuk paling dicintai, dan namanya pun terukir mengalahkan bidadari” ucap Ummi.
Terdiam cukup lama, berusaha meresapi dan memaknai dari setiap ucapan ummi. Ingin berkomentar sesuatu, tapi saya urungkan. Lagi..dan lagi…selalu ada pelajaran berharga dari setiap cerita “hikmah” yang ummi sampaikan pada saya. Sepertinya tak perlu jauh-jauh dan repot-repot membeli buku serta mencari teori tentang hal ini.
Rupanya hikmah itu kalau mau kita sadari sangat dekat dengan keseharian kita. Pertanyaannya sudahkah kita enggeh kalau ternyata hikmah itu banyak bertebaran di sekeliling kita? Hingga menjadikan racikan bumbu kehidupan itu bertambah sedap rasanya.
Semoga Allah karuniakan kepada kita keluarga yang selalu melakukan dan mempersembahkan yang terbaik bagi dirinya, keluarga, serta Rabb-nya. Yang dapat bangkit kembali, setelah lelah-letihnya, yang tak menghentikan ikhtiar dan doa dan meyakini bahwa Allah akan menetapkan sesuatu yang terbaik bagi Hamba-hambaNya sepelik apapun ujian hidupnya.
Terima Kasih Ummi…..melalui dirimu ada sesuatu yang bisa kupelajari….
Melalui ceritamu…..ada sesuatu yang harus kupahami……
Ternyata menjadi Istri, Ibu memang tak mudah Ia harus tetap tegar, di saat semangatnya tetap di butuhkan.
Markaz Pribadi, Jatipadang
Mei 2011
Ditujukan untuk kalian yang sedang mempersiapkan diri untuk menjadi Istri dan Ibu, semoga bermanfaat…
Tidak ada komentar :