Uang (edisi-3) Oleh: M Anis Matta, Lc

Sekarang  saya  ingin  lebih  jauh  menembus  kembali  mengapa  kita miskin selama ini. Sebabnya kita miskin adalah: Pertama, karena kita memiliki pemahaman agama yang salah. Salah satunya 5 alasan tadi tidak beredar dikalangan kita. Sekarang coba kita tonton acara TV, nonton acara ceramah subuh di televisi. Kita akan lihat sebagian besar ceramah-ceramah  televisi  itu  menyuruh  orang-orang  miskin  itu
semakin miskin atas nama kesabaran. Bahkan ada perang terhadap materialisme, karena kita harus zuhud sekarang.

Pemahaman tentang kezuhudan itu salah satu pemahaman yang paling banyak merusak kita.  Karena  kita  tidak  tahu  bedanya  orang  zuhud  dengan  orang miskin. Imam  Ghazali  mengatakan  orang zuhud  itu  adalah  orang yang punya dunia lalu meninggalkannya dengan sadar. Orang miskin itu adalah orang yang ditinggal dunia. Kalau ada orang miskin tidak
dapat makan lalu puasa Senin-Kamis itu bukan orang zuhud. Itu orang miskin yang berusaha memaksimalisasi kondisi keterbatasannya agar tetap dapat pahala. Daripada tidak makan dan tidak dapat pahala lebih bagus tidak makan dapat pahala. Orang zuhud itu orang pasca dunia kalau orang miskin itu orang pra dunia. Kita lihat Rasulullah SAW itu sudah kaya raya sebelum jadi Nabi.

Kemiskinan Rasulullah yang kita baca di hadits-hadits itu adalah kemiskinan atas pilihan. Itu adalah pilihannya karena dia punya misi yang jauh lebih besar, yakni: yang begini  itu  dia  tidak  perlu  lagi,  sudah  selesai.  Bahkan  Rasulullah mengatakan semua nabi-nabi itu sebagian besarnya kaya. Tidak ada lagi nabi yang diutus setelah nabi Syu’aib melainkan pasti dia berasal dar keluarga kaya dari kaumnya. Rasulullah itu mengenal uang waktu umurnya 8 tahun, dia mulai kerja dan mendapatkan gaji. Pekerjaan pertamanya mengembala kambing. Umur 12 tahun dia sudah pulang pergi luar negeri ikut dalam bisnis keluarga. Umur 15 sampai 19 tahun ikut dalam perang sehingga punya pengalaman milter, Umur 20 tahun Rasul sudah jadi pengusaha investornya adalah Khadijah. Waktu umur 25 tahun dia nikah dengan investornya. Berapa maharnya? Seratus
ekor unta. Berapa harga seekor unta sekarang? Jauh lebih mahal dari 1 ekor sapi. Kira- kira 10 juta 1 ekor unta jadi totalnya 1 Milyar. Anak muda 25 tahun punya uang cash 1 Milyar. Itu maharnya tapi yang
disimpan itu masih ada. Walaupun Rasulullah SAW setelah menjadi Nabi mengatakan sebaik-baik wanita adalah wanita yang cantik dan mahar yang murah, itu sebagai sistem tapi tradisi jahiliyah itu status.

Oleh  karena  itu,  waktu  pamannya  yang  bernama  Abu  Thalib menyampaikan khutbah nikahnya sebagai  sambutan keluarga pada pernikahan Rasulullah SAW, beliau mengatakan sesungguhnya orang
Quuraisy  tahu  bahwa  Muhammad  salah  seorang  pemudanya  yang terbaik, yang paling terhormat. Layaklah dia nikah dengan khadijah karena maharnya tersebut. Pemuda 25 tahun punya uang 1 Milyar,
sedangkan  kita  25  tahun  baru  selesai  Perguruan  Tinggi  dan  karya terbesar   kita   adalah   menulis   lamaran   kerja.   Ini   pemahaman keagamaan  yang  beredar  dikalangan  kita  yang  membuat  kita  ini
miskin. Itu sebabnya di Zaman penjajahan dahulu para penjajah itu dengan  sengaja  menghidupkan  kelompok-kelompok  sufi  di  tengah masyarakat. Paham sufiyah dihidupkan supaya orang- orang miskin itu
tidak pernah bermimpi menjadi kaya dan merasa benar bahwa dia miskin. Maka langkah pertama menuju kekayaan adalah perbaiki dulu pemahaman  keagamaan  kita.  Saya  dahulu  sekolah  di  pesantren  6
tahun, tempatnya dulu itu di hutan, bahkan tidak ada mobil lewat di sana, kalau kita ingin mendapatkan kendaraan umum kita harus jalan 3  km  terlebih  dahulu. 

Pada  suatu  hari  ada  badai  datang  dan menerbangkan seluruh atap gedung, masjid, dan seluruh benda yang
ada disitu. Semuanya mudah diterbangkan karena bangunan yang ada adalah bangunan murah semuanya. Tiap hari kita makan hanya nasi dan kecap selama 6 tahun. Setiap kali kita makan, guru saya selalu bilang ini nasi akan membuat kamu besar. Cuma butuh waktu. Karena itu  fisik  saya  kecil  karena  pada  masa  pertumbuhan  kita  tidak mendapatkan gizi yang baik dengan alasan latihan, sabar, perjuangan. Waktu itu saya bilang ini sekolah sengaja disimpan jauh dari  kota karena  kota  itu  neraka,  disini  kita  hidup  dengan  cara  yang benar. Waktu itu saya mau ke Jakarta untuk kuliah, saya minta guru saya istikharah  buat  saya,  satu  bulan  kemudian  saya  datang  dan  dia menganjurkan kepada saya untuk kuliah di Jakarta saja di LIPIA, karena LIPIA  itu  selingkar  syurga  yang  dikelilingi  oleh  neraka.  Itulah pemahaman keagamaan yang kita warisi. Waktu saya kuliah di LIPIA juga belajar syariah namun tetap tidak ada yang mengajarkan kita
pemahaman keagamaan yang benar tentang kekayaan. Kedua, karena kita tumbuh dalam lingkungan pendidikan yang tidak mengajarkan kita dasar-dasar yang benar untuk menegakkan kehidupan. Lihat kurikulum yang kita pelajari. Tidak satupun yang kita pelajari di sekolah itu benar-benar kita pakai dalam kehidupan real kita. Sekarang belajar bahasa Inggris sejak kelas 4 SD sampai Perguruan Tinggi. Tahun pertama itu 10 tahun, tetapi TOEFL kita tidak bagus-bagus. Padahal bahasa itu adalah sarana komunikasi yang seharusnya menjadi basic. Begitu juga tentang uang. Kita tidak pernah sama sekali belajar disekolah tentang uang. Saya dulu belajar hitung dagang di sekolah tapi itu pelajaran yang  paling  kita  tidak  suka.  Jadi  lingkungan  pendidikan  kita  juga seperti  itu.  Setelah  kita  tarbiyah  pun  hal-hal  seperti  itu  belum diajarkan. Mungkin karena satu hikmah ataupun lainnya yang tidak kita ketahui.

Tetapi kalau kita membaca literatur yang ditulis oleh Imam Hasan Al- Banna, sebenarnya perhatian ke arah ekonomi itu justru malah  lebih  besar  dari  awalnya.  Bahkan  muncul  gagasan  ekonomi Islam itu adalah anjuran dari beliau. Salah satu rintisan dari beliau untuk memperbaiki kehidupan ekonomi ummat Islam. Oleh karena itu saya  menganjurkan  kepada  ikhwah  di  kaderisasi  untuk  segera membuat materi tatsqif tentang uang, karena itu perlu. Ketiga, karena kita ini memiliki ciri- ciri orang miskin dalam kepribadian. Ciri orang
miskin: Pertama, orang miskin itu tidak pernah bermimpi jadi orang kaya. Kalau kita baca buku The Millionaire Mind (pemikiran milioner), di dalam buku tersebut disebutkan fakta bahwa di kalangan orang miskin itu  berkembang  ide-ide  yang  membuat  mereka  itu  miskin. Salah satunya karena memang mereka tidak punya mimpi jadi orang kaya.

Waktu sekolah saya pernah ikut kursus keterampilan membuat sepatu, jadi saya bisa membuat sepatu. Karena kita mindset-nya disiapkan untuk  menjadi  buruh,  kalau  tidak  bisa  menjadi  guru  bahasa  Arab
akhirnya menjadi tukang sepatu. Kita lihat rintisannya. Jadi kita tidak pernah punya mimpi untuk menjadi kaya. Contohnya, kalau kita lihat orang pakai mobil Mercy, tidak pernah terpikir oleh kita kalau kita juga
ingin punya mobil Mercy. Yang terpikir oleh kita adalah tega-teganya
orang ini pakai Mercy.

Pertama kali Ketua Majelis Syuro membangun rumah, banyak sekali ikhwah yang protes. Saya bilang kenapa kalian protes. Dia pinjam uang antum. Saya datang ke rumahnya, Masya Allah rumahnya bagus. Ya
Allah berikanlah saya model rumah yang seperti ini. Kalau kita melihat mobil bagus, rumah bagus, hinggap sebentar di mobil itu, sapu baik- baik lalu berdo’alah. Ketika tinggal di rumah mertua, saya bisa tinggal
di tempat yang luasnya beberapa ribu meter. Cuma saya bilang, saya tidak ingin didominasi oleh mertua. Jadi setelah menikah saya bilang saya mau keluar dari rumah ini. Kata mertua saya, “Kamu mau tinggal
dimana?” Itu urusan saya, satu tahun saya sudah tinggal di sini. Saya keluar. Lalu saya kontrak rumah. Rumah saya itu mirip kandang ayam, triplek-triplek saja. Ada 3 petak rumah, kalau kita bersin disini akan
terdengar oleh semua tetangga. Lantainya sebagian itu berupa tanah dan saya pun tidak punya kasur. Saya punya kasur setelah anak ke-3 saya lahir. Istri saya kalau sudah hari Sabtu atau Minggu mengajak pulang. Saya tahu dia ingin balik ke sana, Tapi kita belajar menata hidup kita sendiri, tidak tergantung dari orang. Setiap hari saya lewat di  depan  sebuah  rumah  besar  halamannya  luas.  Kalau  saya  lewat rumah itu saya berjalan pelan-pelan sambil menunggu bis dari Al- Manar. Saya melewati rumah itu yang terletak di pojok halaman yang luas  dan  ada  banyak  pohon-pohonan.  Saya  usap  itu  temboknya. Alhamdulillah rumah itu menjadi rumah saya.

Apabila saudara antum punya mobil, antum jangan marah padanya. Jangan Tanya uangnya dari mana. Jangan Tanya seperti itu. Antum pegang mobilnya, usap- usap  mobilnya.  Sekarang  kalau  saya  mau  ke  DPP  tiap  hari  lewat Menteng, lewati rumah yang bagus-bagus, disitu juga ada masjid yang besar bernama Sunda Kelapa. Saya suka berdo’a juga disitu. Ya Allah, saya ingin tinggal disamping masjid ini, bagaimana caranya atur   ya Allah. Syurga aja kita pinta, apalagi rumah. Suatu waktu saya pernah naik private jet punya Abu Rizal Bakrie waktu itu jauh sebelum era partai karena saya suka ceramah di rumahnya. Kita pergi naik
private jet nya. Enak juga naik private jet. Saya berdo’a juga disitu. Saya juga ingin yang seperti ini karena enak. Syurga aja kita pinta apalagi seperti ini. Kemarin Muraqib ’Am ditanya oleh kader. Kadernya protes, “Ustadz  Hilmi  anggota  dewannya  sudah  mulai  pada  borju semuanya.  Di  jawab  oleh  ustadz  Hilmi  mereka  tidak  borju  cuma menyesuaikan  penampilan  dengan  lingkungan  pergaulannya.  Jadi kalau ikhwah pada kaya-kaya saya juga bahagia. Saya paling senang kalau ada ikhwah yang punya private jet, perlu didorong itu. Jadi kita tidak perlu belanja tiket lagi kalau ingin ke Riau. Tidak terikat dengan jadwal penerbangan regular. Dan saya Tanya harga private jet itu, setidak-tidaknya kita sudah tahu harga private jet itu. Sewaktu-waktu saya naik mobil Land Cruiser punya teman saya, mobil saya Kijang. Saya bilang mobilmu lebih enak dari mobil saya. Dia bilang kenapa. Saya bilang saya pikir mobil saya itu lebih enak dimuka bumi, ternyata mobil bapak lebih enak. Memang mobil kamu apa, saya jawab Kijang. Dia bilang, “Oh itu mobil masa lalu saya”.
Ikhwah sekalian.
Karakter  orang  miskin  itu  harus  kita  hilangkan,  itu  sebabnya  kita miskin. Karena tidak punya mimpi menjadi orang kaya. Kedua, kita ini umumnya tidak ulet. Senang difasilitasi. Dan, ada karakter yang buruk di Melayu, pada umumnya senang diberi hadiah daripada memberi hadiah.  Bahagia  dan  bangga  kalau  ditraktir  makan  daripada  kalau mentraktir makan. Kalau kita ingin menjelaskan orang Cina lebih kaya dibanding kita di negeri ini, karena dia lebih rajin bekerja. Saya pernah mengisi pelatihan di Telkom, saya suruh tulis mimpi-mimpi mereka semua. Saya kasih kertas besar, mereka menulis dan menggambar. Hampir semua mereka membuat gambar yang sama. Sebuah rumah disampingnya ada sawah-sawah, disampingnya ada masjid, kemudian ada pesawat terbang dan ada ka’bah. Saya harus menjelaskan. Dia bilang  nanti  saya  berharap  insya  Allah sudah naik haji sebelum pensiun,  setelah  pensiun  nanti  saya  punya  rumah  di  desa di sampingnya ada sawah-sawah, disampingnya lagi ada masjid. Jadi dia Ibadah kerjanya. Saya bilang bapak pensiun umur berapa. Dia bilang 55 tahun. Mau menghabiskan sisa umur di desa di samping masjid dan
di samping sawah. Kalau bapak diberi umur 80 tahun oleh Allah SWT berapa sisa umur bapak, 25 tahun akan bapak habiskan disamping sawah.  Begitu cara  kita  berfikir, kita  menghindari  tantangan. 

Saya pernah  ceramah  di  Direktur  BULOG,  dia  mau  pensiun  dini,  dia tinggalnya  di  Patra  Kuningan  dekat  rumahnya  Pak  Habibie.  Saya diminta  mengisi  ceramah  di  rumahnya  tentang  menajemen  harta
untuk lansia. Yang hadir itu angkatan 63 UGM dari Fakultas Ekonomi semuanya.  Saya  bilang  bapak  setelah  pensiun  nanti  mau  tinggal dimana. Dia bilang mau balik ke kampung halamannya di Solo. Saya
Tanya Solonya dimana. Dia bilang agak ke pinggir sedikit. Dia sudah punya rumah di sana, di sampingnya ada sawah-sawah, ada masjid, persis  seperti  gambar  orang  Telkom  itu.  Saya  bilang  kenapa  tidak
tinggal di Jakarta. Dia bilang siapa yang bisa tahan tinggal di Jakarta setelah  pensiun.  Biaya  mahal,  anak  saya  sedang  pada  kuliah semuanya  saya  tidak  kuat  nanggung.  Coba  kita  lihat  waktu pendapatan kita berkurang yang kita lakukan itu adalah mereduksi dan mengurangi  kegiatan  kita  supaya  kita  menyesuaikan  diri  dengan pendapatan,  seharusnya  ketika  pendapatan  kita  berkurang  bukan kegiatan  yang  kita  reduksi  tapi  yang  kita  lakukan  adalah  tetap memperbanyak  kegiatan  dan  menambah  pendapatan.  Jadi  saya bayangkan kalau bapak di kasih umur 80 tahun, bapak akan tinggal di kampung itu selama 25 tahun. Sekarang saya coba menghayal-hayal kira-kira  jadwal hariannya seperti apa. Jam 3 insya Allah dia akan
bangun qiyamul lail sampai subuh dia sudah tidak tidur karena orang kalau sudah diatas 40 tahun kebutuhan tidurnya sebetulnya   cuma 2 jam, setelah subuh mungkin dia nanti wirid, setelah itu dia pergi jalan pagi, mungkin aktifitas jalan pagi dan lainnya selesai jam 7. Setelah itu dia  mandi  lalu  sarapan  dia  baca  Koran.  Katakanlah  selesai  jam  9. Setelah itu dia shalat dhuha. Setelah itu tanda Tanya karena tidak ada kegiatan yang dia lakukan. Lalu masuk waktu zuhur sebelumnya dia punya waktu 3 jam, setelah itu dia makan siang setelah itu dia bangun tidur siang, bangun ketika ashar. Ashar sampai maghrib dia lakukan duduk-  duduk  di  teras  minum  kopi  sambil  memandang  sawah. Sebelum  maghrib  dia  mandi,  setelah  maghrib  dia  makan  malam sampai isya mungkin dia mengaji. Setelah shalat isya melihat televisi sebentar setelah itu dia tidur lagi. Kita lihat tidak ada waktunya yang produktif. Orang ini 25 tahun menunggu kematian. Kematian itu tidak
perlu  ditunggu  nanti  dia  akan  datang  sendiri  kenapa  kita  tunggu- tunggu dia. Kita lihat cara kita merencanakan hidup. Seharusnya di usia seperti itulah kita bekerja makin giat karena jadwal kitra makin dekat.  Kematian  kita  makin  dekat  bukan makin terserah tetapi begitulah pikiran yang ada pada orang-orang miskin, orang-orang ini tidak ulet, menghindari tantangan, tidak ingin kerja keras. Karena itu rata-rata  jadwal  kerja  orang  miskin  itu  dibawah  8  jam.  Sementara jadwal kerja orang kaya itu diatas 15 jam. Wajar kalau mereka jadi kaya karena jam kerja mereka juga banyak.
Bersambung

Sumber:  http://pengusahapks.wordpress.com/2011/05/26/uang-iii/

Posted by: pksgrogol.com 

Related News

Tidak ada komentar :

Leave a Reply